Kamis, 02 Juni 2016

RESUME AGAMA TRADISIONAL SUKU SAKAI



RESUME AGAMA TRADISIONAL SUKU SAKAI

A.    Asal-usul Orang Sakai di Kepulaun Riau
Suku sakai merupakan suku terasing yang mendiami provinsi Riau.  Dari tempat tinggal, masyarakat Sakai dapat dibedakan menjadi sakai Luar dan sakai Dalam.  Sakai dalam merupakan warga sakai yang masih hidup setengah menetap dalam rimba belantara, dengan mata pencarian berburu, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan. Sakai luar adalah warga yang mendiami perkampungan berdampingan dengan pemukiman-pemukiman puak melayu dan suku lainnya.[1]
Nama sakai dalam sebutan bagi penduduk pengembara yang terpencil dari lalu lintas kehidupan dunia kekinian di Riau. Mereka tinggal di bagian hulu sungai Siak.Menurut Boehari Hasmmy, mengatakan bahwa orang sakai datang dari kerajaan Pagaruyung Minangkabau Sumatera Barat dalam dua gelombang migrasi. Kedatangan pertama diperkirakan terjadi sekitar abad ke 14 langsung ke daerah Mandau. Sedangkan yang datang kemudian diperkirakan tiba di Riau abad ke 18, yang datang di kerajaan Gasib dan kemudian hancur diserang oleh kerajaan Aceh, sehingga penduduknya lari ke dalam hutan belantara dan masing-masing membangun rumah dan ladangnya secara terpisah satu sama lainnya di bawah kepemimpinan salah seorang diantara mereka.[2]
Adapun asal-usul orang sakai ini sangat menarik perhatian, oleh karenanya tidak cukup satu pendapat saja. Ada beberapa pendapat asal-usul orang sakai di Riau diantaranya:
Pendapat pertama mengatakan bahwa Suku Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua. Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu. Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi sekitar 400-300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman. Di pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil kawin campur antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.[3]
Sementara pendapat kedua mengatakan bahwa orang-orang Sakai berasal dari Pagarruyung dan Batusangkar. Menurut versi cerita ini, orang-orang Sakai dulunya adalah penduduk Negeri Pagarruyung yang melakukan migrasi ke kawasan rimba belantara di sebelah timur negeri tersebut. Waktu itu Negeri Pagarruyung sangat padat penduduknya. Untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut, sang raja yang berkuasa kemudian mengutus sekitar 190 orang kepercayaannya untuk menjajaki kemungkinan kawasan hutan di sebelah timur Pagarruyung itu sebagai tempat pemukiman baru. Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya sampai di tepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau dianggap dapat menjadi sumber kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka menyimpulkan bahwa kawasan sekitar sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman baru. Keturunan mereka inilah yang kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai.[4]
Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau pada abad ke-14. Seperti halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar), Orang Kuantan, dan Orang Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu.
 Sebagian besar masyarakat Sakai hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti mengenai jumlah orang Sakai. Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI menyatakan bahwa jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis sebanyak 4.995 jiwa. Dari tempat tinggal, masyarakat Sakai dapat dibedakan menjadi sakai Luar dan sakai Dalam. Sakai dalam merupakan warga sakai yang masih hidup setengah menetap dalam rimba belantara, dengan mata pencarian berburu, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan. Sakai luar adalah warga yang mendiami perkampungan berdampingan dengan pemukiman-pemukiman suku melayu dan suku lainnya.[5]
Nama sakai diberikan oleh orang luar yang merendahkan suku bangsa itu. Suku bangsa sakai dianggap sebagai salah satu masyarakat di provinsi Riau dalam arti belum terjangkau oleh kegiatan pengembangan dan kemajuan budaya seperti masyarakat lain. Mereka berdiam di beberapa lokasi pemukiman kembali (resetlement) di sekitar kabupaten Bengkalis seperti di Kandis, Balai Pungut, Kota Kapur, Minas, Duri, sungai siak dan sungai apit bagian hulu.
Sebutan Sakai sendiri berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, K-ampung, A-nak, I-kan. Hal tersebut mencerminkan pola-pola kehidupan mereka di kampung, di tepi-tepi hutan, di hulu-hulu anak sungai, yang banyak ikannya dan yang cukup airya untuk minum dan mandi. Namun, atribut tersebut bagi sebagian besar orang Melayu di sekitar pemukiman masyarakat Sakai berkonotasi merendahkan dan menghina karena kehidupan orang Sakai dianggap jauh dari kemajuan.
Pada tahun 1984 yang lalu diperkirakan populasinya berjumlah sekitar 6500 jiwa atau sekitar 1400 keluarga. Suku bangsa ini diperkirakan sebagai sisa-sisa kelompok ras melayu yang lebih dulu datang ke daerah ini, kemudian terdesak oleh gelombang melayu yang lebih muda. Bahasa yang mereka pakai memang dapat digolongkan ke dalam kelompok bahasa melayu tetapi dengan beberapa ciri sendiri. Masyarakat ini umumnya masih melakukan kegiatan mata pencarian berburu dan meramu di hutan-hutan atau menangkap ikan di sungai-sungai.[6]


B.    Kepercayaan dan Magi Orang Sakai
Salah satu di antara ciri-ciri yang dimiliki orang Sakai yang juga dianggap oleh orang Melayu atau oleh golongan suku bangsa lainnya sebagai ciri-ciri orang Sakai, adalah agama mereka yang diselimuti oleh keyakinan pada “animisme”, kekuatan magi dan tenung. Dalam kenyataannya walaupun mereka telah memeluk agama Islam tetapi “agama asli” mereka tetap mereka yakini. Orang Sakai di Muara Basung memeluk agama Islam. Tetapi hanya sebagian saja yang betul-betul menjalankan shalat lima kali dalam satu hari dan berpuasa dalam bulan puasa. Mereka yang taat ini justru kebanyakan adalah anak-anak muda.[7]
Adapun inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai adalah kepercayaan terhadap keberadaan ‘antu‘, atau mahluk gaib yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Sakai menganggap bahwa antu juga memiliki kehidupan layaknya manusia. Mereka bergerombol dan memiliki kawasan pemukiman. Pusat dari pemukiman antu ini menurut orang Sakai berada di tengah-tengah rimba belantara yang belum pernah dijamah manusia.[8]


C.    Upacara Adat dan Keagamaan Suku Sakai
Suku sakai tergolong dalam ras Veddoid dengan ciri-ciri rambut keriting berombak. Kulit coklat kehitaman, tinggi tubuh laki-laki sekitar 155 cm dan perempuan 145 cm. Untuk berhubungan satu sama lain, orang Sakai menggunakan bahasa sakai. Banyak diantara mereka mengujar logat-logat bahasa batak Mandailing, bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu.
Dilingkungan masyarakat suku sakai masih ditemukan upacara yang berkaitan dengan daur hidup (Life cycle). Pelaksanaan upacara tersebut dilaksanakan secara turun temurun yang masih dipertahankan oleh masyarakat suku sakai. Adapun upacara tersebut antara lain:
1.         Upacara kematian
2.         Upacara kelahiran
3.         Upacara pernikahan
4.         Upacara penobatan batin (orang yang dituakan atau pemimpin suku) baru.
Selain upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup (ife cycle) ada juga upacara yang berkaitan dengan peristiwa alam diantaranya:
1.         Upacara menanam padi
2.         Upacara menyiang
3.         Upacara sorang sirih
4.         Upacara tolak bala.
Adapun upacara-upacara adat dan keagamaan suku Sakai akan lebih dijelaskan berikut ini:
1. Upacara Perkawinan, Perkawinan masyarakat Sakai ini biasanya diawali dengan hubungan yang serius dan mendalam pada setiap personal. Namun hubungan ini selalu melibatkan pengawasan dari orang tua bahkan masyarakat, biasanya pengawasan ketat dilakukan oleh pihak gadis. Ketika kedua belah pihak merasa bahwa hubungan diantara si perjaka dan si gadis sudah nampak makin serius, maka orang tua si perjaka menyuruh anaknya untuk melamar si gadis. Biasanya  upacara perkawinan diselenggarakan setelah satu bulan hingga dua bulan setelah prosesi lamaran. 
2. Upacara Penobatan Batin (orang yang dituakan atau pemimpin suku) baru, para batin orang sakai memperoleh surat pengakatan menjadi batin dari raja Siak. Dua kelompok perbatinan masing-masing diperlakukan sebagai sebuah satuan administrasi kekuasaan yang jelas wilayah kekuasaan masing-masing. Pemerintah kerajaan Siak menarik pajak dan upeti dari perbatinan ini. Pajak dan upeti yang ditarik berupa berbagai hasil hutan dan juga anak-anak gadis.[9]
. D.      Interaksi kepercayaan orang sakai dengan agama-agama lain
Agama orang Sakai mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalam kehidupan individu dan keluarga khususnya untuk kesejahteraan hidup jasmani dan rohani dan kegiatan-kegiatannya adalah preventif dan kuratif. Corak kegiatan-kegiatan seperti ini lebih menekankan pada penggunaan kekuatan-kekuatan gaib atau magi untuk kepentingan-kepentingan praktis dalam kehidupan manusia. Coraknya yang seperti tersebut di atas sebenarnya merupakan hasil dari proses-proses adaptasi terhadap lingkungan kehidupan orang sakai setempat. Karena itu agama orang Sakai itu bersifat lokal dan hanya berlaku untuk tingkat lokal, baik dalam pengertian wilayah maupun corak kegiatannya yang khusus lokal yang tidak tercakup di dalam dan oleh ajaran-ajaran agama besar (Islam dan Kristen). Salah satu perwujudannya adalah cara pengobatan yang mereka namakan “dikir” (yang tidak sama dengan “zikir dalam Islam).[10]
Suku Sakai meskipun masyarakat terasing tetapi telah ada agama-agama besar yang masuk atau berinteraksi dengan suku mereka yaitu seperti agama Islam dan Kristen. Bukti adanya interaksi dengan agama-agama lain yaitu diantaranya: sebagaian dari orang Sakai di Kecamatan Mandau ada yang memeluk agama Kristen, di samping mayoritasnya beragama Islam. Mereka adalah orang-orang Sakai yang tinggal di desa-desa Tengganau, Kandis, dan Belutu. Walaupun jumlah mereka yang memeluk agama Kristen amat sedikit bila dibandingkan dengan pemeluk agama Islam, tetapi tokoh-tokoh Islam di kecamatan Mandau mengkhawatirkan perluasan jumlah mereka. Sebagian dari orang-orang Sakai yang telah memeluk agama Kristen ini tetap menjalankan cara-cara kehidupan sebagai orang Sakai, yaitu berladang; sedangkan sebagian lainnya mengubah mata pencaharian mereka menjadi pedagang atau buruh. Yang menarik adalah bahwa kalau sehari-hari orang-orang Sakai beragam Kristen itu tampak kumal tetapi pada hari Minggu, pada waktu pergi ke gereja, mereka tampak berpakaian rapih.[11] 




[1] Uu Hamidi, MasyarakatTerasing Daerah Riau di Gerbang Abad XXI, (Pekanbaru: UIR, 1991), h.12
[2] Depsos, Petunjuk Teknis Masyarakat Terasing dan Terbelakang, (Jakarta:Depsos,1988), h. 27
[3] Pasurdi Suparlan, Orang Sakai di Riau: Masyarakat Terasing dalam Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), h. 39-40
[4] Ibid, h. 73-74
[5] Thamri Husni, Sakai Kekuasaan Pembangunan dan Marjinalisasi, (Pekanbaru: IAIN Suska Riau, 2003), h. 23
[6]   Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), h. 330
[7]   Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), h. 330
[8] Pasurdi Suparlan, Ibid, h. 194
[9] Pasurdi Suparlan, Op.Cit, 179-183
[10] Pasurdi Suparlan, Ibid, h. 201
[11] Pasurdi Suparlan, Ibid, h. 201

0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net