Kamis, 16 Juni 2016

Komunitas Suku Dayak Losarang

Suku Dayak Losarang adalah sebuah komunitas sosial yang eksistensinya sudah lebih kurang 40 tahun muncul sebagai fenomena sosial di Indramayu, dengan aturan dan gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat pada umunya. Mulai dari cara berpakaian yang dwi-warna (Hitam Putih) dan bertelanjang dada serta penggunaan aksesoris gelang dan kalung yang terbuat dari akar pohon dan batu-batuan, Sampai dengan kepercayaan yang berbeda. Dan yang tak kalah penting adalah mereka terbentuk bukan dari kaitan dengan keturunan etnis Dayak yang ada di kalimantan tetapi berasal dari keturunan Jawa Dermayon.

  1. Asal Usul Penamaan
Komunitas ini merupakan menamakan dirinya dengan sebutan Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu atau lazim disebut sebagai Komunitas Dayak Losarang. Menurut penjelasan Ki Takmad sebagai pendiri komunitas ini, penamaan Suku Dayak ini mengandung makna sebagai berikut; Kata Suku artinya kaki, yang mengandung makna bahwa setiap manusia berjalan dan berdiri di atas kaki masing-masing untuk mencapai tujuan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
Kata dayak berasal dari kata ayak atau ngayak yang artinya memilih atau menyaring. Sedangkan makna kata dayak disini adalah menyaring, memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah.
Kemudian kata hindu artinya kandungan atau rahim. Filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dari kandungan sang Ibu (perempuan). Sedangkan kata Budha, asal dari kata wuda, yang artinya telanjang. Makna filosofinya adalah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang.
Selanjutnya adalah kata Bumi Segandu Indramayu. Kata bumi mengandung makna wujud, sedangkan segandu bermakna sekujur badan. Gabungan kedua kata ini, yakni bumi segandu mengandung makna filosofi sebagai kekuatan hidup. Adapun Indramayu, mengandung pengertian In maknanya adalah inti, darma artinya orang tua, dan kata ayu maknanya perempuan. 
Makna filosofinya adalah bahwa ibu (perempuan) merupakan sumber hidup, karena dari rahimnyalah kita semua dilahirkan. Jadi penyebutan kata suku pada komunitas ini bukan dalam konteks terminologi suku bangsa (etnik) dalam pengertian antropologis, melainkan penyebutan istilah yang diambil dari makna kata-kata dalam bahasa daerah (jawa dermayon).
Demikian juga dengan kata dayak, bukan dalam pengertian suku bangsa (etnik) Dayak yang berada di daerah Kalimantan, kendati pun dari sisi performan ada kesamaan, yakni mereka (kaum laki-laki) sama-sama tidak mengenakan baju. Serta mengenakan asesoris berupa kalung dan gelang (tangan dan kaki) yang dianggap memiliki daya magis tertentu.
Lebih jauh, pemimpin komunitas ini menjelaskan tentang pemakaian kata hindu-budha pada sebutan komunitas ini. Kendatipun komunitas ini menggunakan kata tersebut, bukan berarti bahwa mereka adalah penganut agama Hindu ataupun Budha. Penggunaan kata hindu, karena komunitas ini meneladani pri-kehidupan kelima tokoh Pandawa, yang terdiri atas: Yudistira, Bima (Wirekudara), Arjuna (Permadi), Nakula dan Sadewa, serta tokoh Semar, yang dipandang sebagai seorang mahaguru yang sangat bijaksana. Adapun penyebutan kata budha karena mereka mengambil inti ajaran Aji Rasa (tepa selira) dan kesahajaan yang merupakan inti ajaran agama Budha.
2.     Perkembangan Komunitas Suku Dayak Losarang
Awal sejarahnya pada tahun 1973 sampai dengan Juni 1975 di desa Krimun Rt.12/04 Blok Tanggul kecamatan losarang, berdiri sebuah padepokan perguruan Silat Serba Guna (SS) di atas tanah seluas 750 m yang diajarkan oleh Takmad, wakilnya adalah Warlam. Perguruan tersebut mengajarkan ilmu bela diri dan ilmu kebatinan.
Pada akhir 1975 kegitan perguruan tersebut mulai tidak lagi mengajarkan pencak silat, justru cenderung beralih kepada perguruan kebatinan dan ilmu ngaji rasa. Intisari dari pengajarannya adalah adaptasi pada alam sekitarnya atau mereka sebut nur alam. Sejak tahun 1982 Perguruan Silat Serba Guna masuk ke dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), namun di penghujung tahun 1988 Perguruan Silat SS berubah Nama menjadi Jaka Utama.
Seiring dengan perjalanan kebatinan Takmad pada sejak 1996 terjadi evolusi identitas organisasi, di perguruan tersebut mulai tidak lagi memakai seragam hitam-hitam namun “wuda” atau tidak memakai baju hanya bercelana panjang selutut dan memiliki dwi-warna yaitu hitam putih, kanan putih kiri hitam.
Kemudian di tahun 1997 terjadi perubahan mendasar dari awal sebagai sebuah Organisasi kini menjadi sebuah komunitas yang bukan berdiri atas persatuan dan kesatuan, tetapi menyatu. Menyatu karena orang-orang masuk dengan sendirinya yang dinamai Suku Dayak Siswa. Namun di akhir tahun 1997 pula komunitas ini berubah nama menjadi Suku Dayak Mahasiswa, yang konon ini dipengaruhi oleh isu nasional pada gerakan mahasiswa sampai dalam penjatuhan rezim soeharto. Penamaan mahasiswa pada nama komunitas tersebut karena memaknai bahwa mahsiswa adalah ujung tombak perubahan sosial yang mencoba mengubah dunia (red, indonesia) yang menjunjung tentang kebebasan.
“Sejatinya reformasi adalah sudah alam yang mengatur, dan kita disini memaknai reformasi sebagai dukungan spirit perubahan menjadi lebih baik, sebagaimana yang dilakukan oleh mahasiswa”.
Pada tahun 2000, hasil perjalanan kontemplasi “Wong Tua” mendapat nama Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu untuk mengubah kembali nama komunitas tersebut, dan nama ini digunakan sampai sekarang. Dan kini komunitas tersebut menggunakan identitas paten yakni ; tidak berbaju, memakai celana pendek sampai lutut dengan dwi-warna yaitu kanan berwarna putih dan kiri berwarna hitam, memakai topi “kukusan” dwi-warna yaitu sisi kanan putih dan sisi kiri hitam, serta aksesoris lainnya termasuk gelang, kalung dan sabuk.
  1. Nilai-nilai Ajaran Hidup
Ajaran dari komunitas Dayak Indramayu dinamakan dengan sebutan Sejarah Alam Ngaji Rasa. Lebih jauh Ki Takmad menjelaskah bahwa Sejarah adalah perjalanan hidup (awal, tengah, dan akhir) berdasarkan ucapan dan kenyataan. Sementara itu, Alam adalah ruang lingkup kehidupan atau sebagai wadah kehidupan.
Adapun Ngaji Rasa adalah tatacara atau pola hidup manusia yang didasari dengan adanya rasa yang sepuas mungkin harus dikaji melalui kajian antara salah dan benar, dan dikaji berdasarkan ucapan dan kenyataan yang sepuas mungkin harus bisa menyatu dan agar bisa menghasilkan sari atau nilai-nilai rasa manusiawi, tanpa memandang ciri hidup, karena pandangan salah belum tentu salahnya, pandangan benar belum tentu benarnya. Oleh karena itu, kami sedang belajar ngaji rasa dangan prinsip-prinsip jangan dulu mempelajari orang lain, tapi pelajarilah diri sendiri antara salah dengan benarnya, dengan proses ujian mengabdikan diri kepada anak dan istri.
Konsep-konsep ajaran ini tidak didasarkan pada kitab suci, aliran kepercayaan, agama maupun akar budaya tertentu. Mereka berusaha mencari pemurnian dari dengan mengambil teladan sikap dan perilaku tikoh pewayangan Semar dan Pandawa Lima yang dianggapnya sangat bertanggungjawab terhadap keluarga.
Proses menuju pemurnian diri, menurut Ki Takmad, melalui beberapa tahap yang harus dijalin dengan menjauhkan diri dari keramaian dunia yang mengejar kesenangan duniawi. Tahap-tapah tersebut adalah;
1.     Wedi
2.     Sabar
3.     Ngadirasa (ngajirasa)
4.     Memahami benar-salah.
Pada awalnya, setiap manusia wedi-wedian (takut, penakut) baik terhdap alam maupun lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, manusia harus mengembangkan perasaan sabar dan pasrah diri dalam arti berusaha selaras dengan alam tanpa merusak alam. Prinsipnya adalah jangan merusak alam apabila tidak ingin terkena murka alam. Itulah yang disebut ngaji rasa atau ngadirasa. Setelah bersatu dan selaras dengan alam, dalam arti mengenal sifat-sifat alam sehingga bisa hidup dengan tenteram dan tenang karena mendapat lindungan dari Nur Alam (pencipta alam), manusia akan memahami benar-salah dan selanjutnya dengan mudah akan mecapai permurnian diri yaitu dimana manusia tidak lagi memiliki kehendak duniawi. Cerminan dari manusia yang telah memahami benar-salah, tampak dalam kehidupan sehari-harinya. Manusia yang telah mencapai tahap tersebut, akan selalu jujur dan bertanggungjawab. sedangkan ngadisara, ajaran yang diakui sebagai jalan menuju pemurnian diri, mendidik setiap pengikutnya untuk mengendalikan diri dari Tiga Ta (harta, tahta dan wanita).
Bagi para pengikut yang telah menikah, suami harus sepenuhnya mengabdikan diri pada keluarga. Suami tidak boleh menghardik, memarahi, atau berlaku kasar terhadap anak dan istrinya. Oleh karena itu, perceraian merupakan sesuatu yang dianggap pantang terjadi. Demikian juga, hubungan di,luar pernikahan sangat ditentang.
“Jangan coba-coba berzinah apabila tidak ingin terkena kutuk sang guru,”.
Ngaji rasa juga mengajarkan untuk saling mengasihi kepada sesama umat manusia. Misalnya, menolong orang yang sedang kesulitan walaupun berbeda kepercayaan, tidak menagih utang kepada orang yang diberi pinjaman. Yang terbaik adalah membiarkan orang yang berutang tersebut untuk membayar atas kesadarannya sendiri. Demikian juga dalam hal mendidik anak, sebaiknya tidak terlalu banyak mengatur karena yang bisa mengubah sikap dan perilaku adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Jalan menuju pemurnian diri juga ditunjukan dengan hidup yang sederhana, menjauhi keinginan mengejar kesenangan duniawi, menghilangkan perasaan dendam, penasaran dan iri kepada orang lain.
Konsepsi tentang alam tampak dari keyakian bahwa dunia berasal dari bumi segandu (bumi yang masih bulat) bernama Indramayu. Bumi segandu, kemudian menimbulkan lahar menjadi daratan, kekayon (kayu-kayuan), dan air. Setelah itu muncul alam gaib, yang mengendlaikan semua itu adalah Nur Alam.
  1. Ritual Ajaran Sejarah Alam
Ritual yang dijalankan oleh anggota Suku Dayak Hindu-Budha Segandu Indramayu, dilakukan pada setiap malam Jum’at kliwon, bertempat di pendopo Nyi Ratu Kembang. Dalam kegiatan ritualnya mereka duduk membuat lingkaran kecil  mengelilingi sebuah kolam kecil di dalam pendopo. Sementara itu, kaum perempuan duduk diluar pendopo.

Ritual diawali dengan melantunkan Kidung Alas Turi dan Pujian Alam secara bersama-sama. Salah satu bait dari Pujian Alam, berbunyi sebagai berikut:
ana kita ana sira,
wijile kita cukule sira,
jumlae hana pira, hana lima,
ana ne ning awake sira.
Rohbana ya rohbana 2x,
robahna batin kita.
Ning dunya sabarana, benerana,
 jujurana, nerimana, uripana, warasana,
 sukulana, penanan, bagusana.
yang artinya adalah:
ada (nya) saya (juga) ada (nya) kamu,
lahirnya saya tumbuhnya kamu,
jumlahnya ada berapa, (ya) ada lima.
(yaitu) Ada di badan kamu,
Rohbana ya rohbana 2x,
Ubahkan bathin saya.
Di dunia sabarkanlah, benarkanlah,
Jujurkanlah, nerima (legowo), hidupkanlah, sembuh (sadar)kanlah,
Tumbuhkanlah, rawatkanlah, baguskanlah.
Selesai melantunkan Kidung dan Pujian Alam, kemudian Ki Takmad Diningrat memaparkan cerita pewayangan tentang kisah Pandawa Lima dan guru spiritual mereka, Semar. Usai paparan wayang, Ki Takmad memberikan petuah-petuah kepada para pengikutnya. Paparan wayang dan petuah ini berlangsung hingga tengah malam. Kata-kata yang diucapkannya dijadikan pedoman bagi pengikutnya. Usai itu, para lelaki menuju ke sungai yang terletak di belakang benteng padepokan. Di sungai dangkal itu mereka berendam dalam posisi telantang, yang muncul hanya bagian mukanya saja. Mereka berendam hingga matahari terbit. Ritual berendam ini disebut kungkum. Siang harinya, di saat sinar matahari sedang terik, mereka berjemur diri, yang berlangsung mulai sekitar pukul 11.00 WIB  hingga pukul 15.00 WIB. Ritual ini disebut pepe.


Medar (menceritakan) cerita pewayangan, kungkum (berendam), pepe (berjemur) dan melantunkan Kidung dan Pujian Alam, adalah kegiatan ritual mereka yang dilakukan setiap anggota. Kegiatan ini secara massal hanya dilakukan pada setiap malam jum’at kliwon.
Ritual-ritual ini pada dasarnya adalah sebagai upaya menyatukan diri dengan alam, serta cara mereka melatih kesabaran. Semua ini dilakukan tanpa ada paksaan.
“Bagi yang mampu silahkan melakukannya, tapi bagi yang tidak mampu, tidak perlu melakukan, atau lakukan semampunya saja,”.
  1. Intteraksi Sosial  dengan Masyarakat Beragama
Suku Dayak Losarang hidup di tengah-tengah dan berbaur masyarakat sekitarnya, akan tetapi dalam beberapa hal, mereka mengisolasikan diri dari lingkungan masyarakatnya. Misalnya untuk tempat tinggal dan tempat peribadatan (ritual) mereka, dibentengi dengan dinding yang cukup tinggi dan diberi ornamen lukisan-lukisan. Di dalam benteng ini terdapat beberapa bangunan yang terdiri atas: Keraton Nyi Ratu Kembar, Tata Rakhkatau (pendopo),  pesanggaran (tempat bermeditasi), kolam yang digunakan untuk berendam dan sebuah bangunan rumah tinggal pemimpin suku dayak.


Dalam kesehariannya dalam hal perekonomian, mereka umumnya adalah bekerja sebagai seorang petani, buruh, pedagang dan nelayan. Dan pendidikan terakhir mereka pun hanya sampai Sekolah Dasar serta beberapa dari mereka sampai Sekolah Menengah Pertama. Berdasarkan ajaran Bapa, pendidikan terbagi atas dua kategori yaitu Sekolah Sejarah dan Sekolah Alam. Sekolah sejarah adalah pendidikan yang di dapat dari kebudayaan manusia seperti Sekolah Dasar, Sekolah Diniyah, SMP dan SMA. Dan yang terpenting bagi manusia adalah Sekolah Alam, yaitu  pendidikan yang diajarkan oleh alam kaitannya dengan perilaku dan cara hidup manusia di dunia yang sepantasnya harus selaras dan saling ketergantungan dengan alam. Bagi yang tidak mengerti dalam hal ini akan melakukan perusakan terhadap alam, maka alam pun akan merusak manusia dengan hukumnya, begitu juga dengan sebaliknya.
Pengikut dari komunitas dayak losarang adalah mayoritas mantan preman yang pada kehidupan sebelumnya suka mencuri, merampok, pezinah, pemabuk dan gemar berjudi. Tetapi setelah menyatu dengan Bapa meraka tidak lagi melakukan hal-hal buruk yang seperti kehidupan sebelumnya, mereka menjadi toleran, sopan dan suka menolong terhadap masyarakat sekitar Desa Krimun sebab di sekitar padepokan  masyarakatnya mayoritas adalah janda-janda lansia dan selama ini mereka tidak pernah membuat masyarakat sekitar merasa resah. Bahkan terkadang juga Ki Takmad suka membagi-bagikan uang kepada anak-anak di sekitar desa tersebut,
lha wong kita due rejeki ya dibagi-bagiaken, kita ora tega baka ana bocah cilik njaluk sangu sekolah wong tuane laka duite mader gah padha mangan sega aking enggal dinane. Kudu belajar ning alam ya bari ndeleng ning sekitare
Artinya, “lha orang saya sedang mempunyai rizki ya (saya) bagi-bagikan, saya tidak sampai hati (ketika) ada anak kecil yang meminta uang saku (untuk) berangkat sekolah (tapi) orang tuanya tidak memiliki uang, (sebab) hanya mengkonsumsi nasi aking dalam kesehariannya. Harus belajar (kepada) alam ya sambil melihat (dan memahami) di sekitar (kita)”
Meski disamping itu juga ada mantan ustadz dan masyarakat awam pada umumnya ikut karena menginginkan kehidupan yang nyaman menurut mereka.
Dalam praktiknya, Ki Takmad menjelaskan bahwa ada kasta dalam kelompok tersebut yang dilihat berdasarkan keimanan dan amaliah ajaran Sejarah Alam Ngaji Rasa yaitu:
Pertama, pengikut yang wudha atau yang setengah telanjang hanya memakai celana sepanjang lutut dengan memiliki dwi-warna (celana sebelah kanan berwarna putih dan kiri berwarna hitam), memakai 3 macam warna gelang yang terbuat dari bahan yang berbeda yaitu batu, kayu dan tulang. Ikat pinggang yang terbuat dari kayu dan berukir gambar tokoh pewayangan serat caping yang dwi-warna.
            Pengikut yang wudha adalah pengikut yang sudah melakukan kungkum dan pepe selama empat bulan berturut-turut dan berikutnya di setiap tahun melakukan kungkum dan pepe dilakukan 24 hari tanpa dengan ketentuan tanggal. Dan semenjak itu mulai tidak mengkonsumsi hal-hal yang berasal dari unsur hewan termasuk susu dan telur.
            Kedua, pengikut berseragam yaitu pengikut yang dalam kesehariannya menggunakan kostum hitam-hitam (baju hitam dan celana hitam), mereka golongan yang masih belum mampu atau belum siap melakukan kungkum dan pepe dalam empat bulan, namun mereka sudah menjalani hidup tanpa mengkonsumsi makanan yang berasal dari unsur hewani. Dan ketiga, adalah preman, preman yang mereka maksud adalah awam. Yaitu mereka yang masih menggunakan pakaian yang pada umumnya namun ditandakan dengan gelang yang mereka pakai dan setiap kajian malam jumat kliwon mereka datang ke padepokan. 






1 komentar:

  1. Irony Slot - TITanium Arts
    Irony slot by TITIA. Try the Irony slot online with no download or registration race tech titanium required. Try Irony for titanium stronger than steel FREE from TITIA, titanium dioxide an award titanium tubing winning anodizing titanium

    BalasHapus

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net