Kamis, 19 Mei 2016

AGAMA TRADISIONAL JAWA


MAKALAH
AGAMA TRADISIONAL ORANG JAWA

MATA KULIAH AGAMA-AGAMA LOKAL
 
Hasil gambar untuk GAMBAR UIN


Dosen Pembimbing : Siti Nadroh, M.Ag
Disusun oleh :
Wardah Humaeroh                :11140321000070
Feni Rifkhoh                          :11140321000063
Syifaul Husna                        :11150321000066

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Agama Tradisional Orang Jawa yang mana tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas diskusi mata kuliah Agama-Agama Lokal.
Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha memaparkan dan menjelaskan tentang kepercayaan Tradisional Orang Jawa, Upacara Keagamaan, Kepercayaan Kejawen, Kitab-kitab Kejawen dan Interaksi Kepercayaan Orang Jawa . Kami menyadari, tidak ada manusia yang sempurna, sehingga bila terdapat kesalahan, baik dalam penulisan atau dalam pembahasan makalah ini, dimohon kritik dan sarannya. Agar dapat kami jadikan referensi di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menyumbang ilmu dan Pengetahuan dalam bidang kajian Agama Tradisional orang Jawa.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Mengamati secara cermat asal-usul kepercayaan Jawa tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Kepercayaan Jawa yang banyak bersentuhan dengan mistik itu, dalam realitasnya banyak menyimpan misteri yang sangat kompleks. Kompleksitas kepercayaan komunitas kejawen tidak jarang menampakkan berbagai sekte dan tradisi kehidupan dalam masyarakat Jawa. Sekte-sekte dan tradisi kehidupan itu sebagai bentuk manifestasi dari religiusitas  masing-masing wilayah kejawen.
       Lebih menarik lagi, hampir setiap wilayah kejawen memiliki pedoman khusus khas Jawa, memiliki kosmogoni (asal-usul) kepercayaan dan mitos yang berbeda-beda serta unik.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Jelaskan mengenai asal usul suku Jawa?
2.      Bagaimana kepercayaan tradisional orang jawa?
3.      Jelaskan pengertian dari kepercayaan kejawen?
4.      Sebutkan kitab-kitab Kejawen ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.      Mengetahui mengenai asal usul suku Jawa
2.      Mengetahui kepercayaan tradisional orang jawa
3.      Mengetahui pengertian dari kepercayaan kejawen
4.      Mengetahui kitab-kitab Kejawen 



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Suku Jawa
Menurut Arkeolog Teori tentang asal usul suku Jawa yang pertama dikemukakan oleh para arkeolog. Para arkeolog meyakini jika nenek moyang suku Jawa memang pribumi yang tinggal sejak satu juta tahun yang lalu di pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang mendalam, mereka telah menemukan beberapa fosil seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo sapiens. Kedua fosil ini diperkirakan adalah manusia purba yang menjadi nenek moyang suku Jawa. Setelah dilakukan perbandingan, DNA manusia purba ini ternyata memang tidak berbeda jauh dengan Manusia suku Jawa saat ini.
Menurut Sejarawan Berbeda dengan pendapat para arkeolog, para sejarawan justru meyakini jika asal usul suku Jawa berasal dari orang-orang Yunan, China masa lampau yang melakukan pengembaraan ke seluruh wilayah nusantara. Pendapat ini sangat terkait erat dengan teori asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki cukup banyak bukti kuat. Untuk mengetahui bukti-bukti tersebut, Anda dapat berkunjung pada artikel ini.
Asal Usul Orang Jawa Menurut Tulisan Kuno India Ada sebuah tulisan kuno yang berasal dari India menyebut jika beberapa pulau di Nusantara termasuk juga Nusa Kendang –sebutan pulau Jawa pada zaman itu adalah tanah yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia. Pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya kemudian terpisah oleh meningkatnya permukaan air laut dalam jangka waktu yang lama. Adapun dalam tulisan tersebut disebutkan pula bahwa seorang pengembara bernama Aji Saka adalah orang yang pertama kali menginjakan kaki di daratan Jawa ini. Ia menetap di sana bersama beberapa orang pengawalnya dan menjadikan mereka sebagai nenek moyang orang dari suku Jawa.[1]
Menurut Babad Jawa Kuno Asal usul nenek moyang suku Jawa juga disebutkan dalam Babad Kuno tanah Jawa. Dalam babad ini diceritakan bahwa seorang pangeran dari kerajaan Kling bersama para pengikutnya yang tersisih akibat perebutan kekuasaan membuka lahan baru di sebuah pulau terpencil dan masih belum berpenghuni. Mereka hidup menetap dan berkoloni membentuk sebuah kerajaan baru di sana dan membangun peradabannya sendiri. Kerajaan tersebut pada masa selanjutnya dikenal dengan nama Javaceckwara. Asal Usul Orang Jawa Menurut Surat Kuno Keraton Malang Sejarah tentang asal usul suku Jawa juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang. Dalam surat itu disebutkan bahwa asal usul orang Jawa dimulai ketika Raja Rum – Raja dari kesultanan Turki pada 450 tahun SM mengirim rakyatnya untuk membuka lahan di pulau kekuasaannya yang masih belum berpenghuni. Para rakyat yang dikirim terbagi menjadi beberapa gelombang ini merasa sangat senang karena menemukan pulau yang sangat subur. Tanaman mudah hidup dan bahan pangan mudah ditemukan. Salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar di pulau ini adalah tanaman Jawi. Oleh orang-orang yang datang, nama tanaman ini kemudian dijadikan nama pulau tersebut, Pulau Jawi.

2.2 Kepercayaan Tradisional Orang Jawa
“Kepercayaan” berasal dari kata “percaya” adalah gerakan hati dalam menerima sesuatu yang logis dan bukan logis tanpa suatu beban atau keraguan sama sekali kepercayaan ini bersifat murni. Kata ini mempunyai kesamaan arti dengan keyakinan dan agama akan tetapi memiliki arti yang sangat luas.
Kepercayaan-kepercayaan dari agama hindu, budha, maupun kepercayaan dinamisme dan animisme itulah yang dalam proses perkembangan islam berinterelasi dengan kepercayaan-kepercayaan dalam islam.[2]
“orang jawa” adalah orang yang berpenduduk asli jawa tengah dan jawa timur yang berbahasa jawa atau orang yang bahasa ibunya adalah bahasa jawa.
Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan meliputi berbagai aspek yang bersifat magic atau ghaib yang jauh dari jangkauan kekuatan dan kekuasaan mereka. Masyarakat jawa jauh sebelum agama-agama masuk, mereka sudah meyakini adanya tuhan yang maha esa dengan berbagai sebutan diantaranya adalah “gusti kang murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa yang dalam seluruh proses kehidupan orang jawa pada waktu itu  selalu berorientasi pada tuhan yang maha esa. Jadi, orang jawa telah mengenal  dan mengakui adanya tuhan jauh sebelum agama masuk ke jawa ribuan tahun yang lalu dan sudah menjadi tradisi sampai saat ini yaitu agama kejawen yang merupakan tatanan “pugaraning urip” atau tatanan hidup berdasarkan pada budi pekerti yang luhur.
Keyakinan terhadap tuhan yang maha esa pada tradisi jawa diwujudkan berdasarkan pada sesuatu yang nyata, riil atau kesunyatan yang kemudian direalisasikan pada tata cara hidup dan aturan positif dalam kehidupan masyarakat jawa, agar hidup selalu berlangsung dengan baik dan bertanggung jawab.[3]
a)      Struktur kepercayaan dan pandangan hidup orang Jawa
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia atas.
Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara total selaku kawula (hamba)terhadap Gustinya(SangPencipta).
Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan bukan muslim santri yaitu yang mencampurkan beberapa konsep dan cara berpikir Islam dengan pandangan asli mengenai alam kodrati dan alam adikodrati.[4]
Pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.
Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja.
Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.
Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural da penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki hirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.
Sikap dan pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.
Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan karaton sebagai kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.[5]
b)     Aneka laku orang Jawa
Sebagai sebuah sistem pemikiran, jawanisme atau kejawen itu cukup rumit dan luas meliputi:
a.       Kosmologi
Kosmologi berasal dari bahasa yunani yaitu kosmos yang berarti susunan atau ketersusunan yang baik. Kosmos merupakan dunia ( universe ). Orang Jawa memandang alam terdiri dari empat unsur, yaitu:
1.      Api merupakan emosi.  Contohnya di gunung berapi
2.      Air merupakan roh. Contohnya di pantai parang tritis
3.      Tanah merupakan dari mana kita (manusia) diciptakan.
4.      Angin merupakan perasaan.
Kebudayaan Jawa mengajarkan hubungan yang harmoni antara makrokosmos (alam raya), mikrokosmos (alam manusia), dan metakosmos (kekuatan ghaib). Contohnya keraton jogja.
            Hubungan antara mikrokosmos (jagat cilik) dengan makrokosmos (jagat gede) sangat erat. Masyarakat dahulu selalu menjaga ketertiban alam semesta (jagat gede) dengan melalui penjagaan terhadap jagat cilik (akhlak dan spiritual) manusia.
b.      Mitologi
Mitologi adalah ilmu tentang mitos. Mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan atas kodrati, manusia, pahlawan, dan masyarakat.[6]
Ciri-ciri Mitos:
a)      Memiliki sifat suci atau sakral, karenanya terkait dengan tokoh  yang sering dipuja.
b)      Dijumpai dalam dunia mitos bukan dalam dunia kehidupan sehari-hari atau pada masa lampau yang nyata.
c)      Menunjukan pada kejadian kejadian larangan tertentu.
d)     Kebenaran mitos tidak penting.
Macam-macam mitos :
a)      Mitos berupa gugoh tuton yaitu mitos yang berupa larangan-larangan tertentu.
b)      Mitos berupa bayangan asosiatif   yaitu mitos yang  biasanya muncul dalam dunia mimpi.
c)      Mitos yang berupa dongeng, legenda, dan cerita-cerita yaitu mitos yang diyakini karena memiliki legitimasi yang kuat dalam alam pikiran masyarakay Jawa.
d)      Mitos yang berupa sirikan yaitu mitos yang Bernafas asosiatif, tetapi tekanan utama pada aspek ora ilok.
Contoh mitos populer masyarakat jawa:[7]
1.      Mitos Semar
Tokoh satu ini selalu ditinggikan dalam segala hal yang menyangkut tata hidup kehidupan jawa.
2.       Mitos Dewi Sri
Dewi Sri oleh orang jawa diyakini sebagai dewa padi. Dia adalah pembawa berkah dalam bidang pertanian.
3.      Mitos Nyai Ratu Roro Kidul
Patokan keraton Yogyakarta bahwa ratu kidul adalah sosok kekuaan magis yang patut dipuja.
4.      Mitos Aji Saka
Orang jawa menganggap Aji Saka yang madhangake kawruh, artinya yang menaburkan kepandian kepada orang jawa.
c.       Mistisisme
Kata mistisme berasal dari bahasa yunani yaitu mystikos yang artinya rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman. Sedangkan secara istilah mistisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.
Salah satu contoh upacara adat Jawa yang mengandung hal mistis adalah ruwatan. Koentjaraningrat memasukkan upacara ngruwat sebagai ilmu ghaib protektif,yaitu upacara yang dilakukan dengan maksud untuk menghalau penyakit dan wabah, membasmi hama tanaman dan sebagainya, yang sering kali menggunakan mantra-mantra untuk menjauhkan penyakit dan bencana.
2.3 Kepercayaan Kejawen (Kepercayaan orang abangan di Jawa)
Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama yang dianut di pulau jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di jawa.
Agama kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama yang terorganisir seperti agama islam atau agama kristen.
Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara animisme, agama hindu dan budha. Namun pengaruh agama islam dan agama kristen. Nampak bahwa agama ini adalah sebuah kepercayaan sinkretisme (suatu proses terjadinya pertemuan dua buah kebudayaan dan tidak menghilangkan jati diri masing-masing).[8] Atau juga yang disebut dengan Abangan. Abangan adalah orang muslim yang ibadahnya belum seberapa, sementara cara hidupnya masih dipengaruhi oleh tradisi jawa pra Islam.[9]
Bagi kalangan abangan yang terdiri dari petani dan proletar, slametan adalah bagian dari kehidupannya. Dalam tradisi slametan dikenal adanya siklus slametan: 1) yang berkisar krisis kehidupan; 2) yang berhubungan dengan pola hari besar Islam namun mengikuti penanggalan Jawa; 3) yang terkait dengan integrasi desa, bersih desa (nyadranan); 4) slametan sela untuk kejadian luar biasa yang ingin dislameti. Semuanya menunjukkan betapa slametan menempati setiap proses kehidupan dunia abangan. Slametan berimplikasi pada tingkah laku sosial dan memunculkan keseimbangan emosional individu karena telah dislameti.[10]
Kepercayaan kepada roh dan makhlus halus bagi abangan menempati kepercayaan yang mendasari misalnya perlunya mereka melakukan slametan. Mereka percaya adanya memedi, lelembut, tuyul, demit, danyang, dan bangsa alus lainnya. Hal yang berpengaruh atas kondisi psikologis, harapan, dan kesialan yang tak masuk akal. Semuanya melukiskan kemenangan kebudayaan atas alam, dan keunggulan manusia atas bukan manusia.[11]
Kalau kepercayaan mengenai roh dan berbagai slametan merupakan dua sub katagori daripada agama abangan, maka yang ketiga adalah kompleks pengobatan, sihir dan magi yang berpusat pada peranan seorang dukun.[12]
a.      Kejawen Islam
Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen bersumber dari alkulturasi (penggabungan) budaya jawa dan nilai-nilai agama islam. Ciri khas aliran ini adalah doa-doa yang diawali basmalah dan dilanjutkan kalimat bahasa jawa, kemudian diakhiri dengan dua kalimat sahadad. Aliran Islam Jawa tumbuh syubur di desa-desa yang kental dengan kegiatan keagamaan (pesantren yang masih tradisional).
Awal mula aliran ini adalah budaya masyarakat jawa sebelum islam datang yang memang menyukai kegiatan mistik dan melakukan ritual untuk mendapatkan kemampuan suparantural. Para pengembang ajaran islam di Pulau Jawa (Wali Songo) tidak menolak tradisi jawa tersebut, melainkan memanfaatkannya sebagi senjata dakwah.[13]
b.      Struktur ajaran dan aliran Kejawen
Setiap perilaku manusia akan menimbulkan bekas pada jiwa maupun badan seseorang. Perilaku-perilaku tertentu yang khas akan menimbulkan bekas yang sangat dasyat sehingga seseorang bisa melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan manusia biasa. Perilaku tertentu ini disebut dengan tirakat, ritual, atau olah rohani. Tirakat bisa diartikan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suatu ilmu.
·         Penabungan Energi.
Karena setiap perilaku akan menimbulkan bekas pada seseorang maka ada suatu konsep yang khas dari ilmu Gaib Aliran Islam Jawa yaitu Penabungan Energi. Jika badan fisik anda memerlukan pengisian 3 kali sehari melalui makan agar anda tetap bisa beraktivitas dengan baik, begitu juga untuk memperoleh kekuatan supranatural, Anda perlu mengisi energi. Hanya saja dalam Ilmu Gaib pengisian energi cukup dilakukan satu kali untuk seumur hidup. Penabungan energi ini dapat dilakukan dengan cara bermacam-macam tergantung jenis ilmu yang ingin dikuasai. Cara-cara penabunganenergi lazim disebut Tirakat.
·         Tirakat
Aliran Islam Kejawen mengenal tirakat (syarat mendapatkan ilmu) yang kadang dianggap kontroversial oleh kalangan tertentu. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan doa. wirid tertentu, mantra, pantangan, puasa atau penggabungan dari kelima unsur tersebut. Ada puasa yang disebut patigeni (tidak makan, minum, tidur dan tidak boleh kena cahaya), nglowong, ngebleng dan lain-lain. Biasanya beratnya tirakat sesuai dengan tingkat kesaktian suatu ilmu. Seseorang harus banyak melakukan kebajikan dan menjaga bersihnya hati ketika sedang melakukan tirakat.
·         Khodam
Setiap Ilmu Gaib memiliki khodam. Khodam adalah mahluk ghaib yang menjadi "roh" suatu ilmu. Khodam itu akan selalu mengikuti pemilik ilmu. Khodam disebut juga Qorin, ialah mahluk ghaib yang tidak berjenis kelamin artinya bukan pria dan bukan wanita, tapi juga bukan banci. Dia memang diciptakan semacam itu oleh Allah dan dia juga tidak berhasrat kepada manusia. Hal ini berbeda dengan Jin yang selain berhasrat kepada kaum jin sendiri kadang juga ada yang "suka" pada manusia.
2.4 Kitab-kitab Kejawen (Kitab Serat Wulangreh, Kitab Serat Weddatama, Kitab Hidayat Jati, Kitab Darmogandul, Kitab Gatoloco)
a.      Serat Wulang Reh
Wulang Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September 1768. Dia bertahta sejak 29 November 1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820.
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di Surakarta Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan laku cara mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju hidup harmoni atau sempurna.[14]
b.      Serat Wedhatama
Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa Baru yang bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis yang sedikit dipengaruhi Islam. Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV. Walaupun demikian didapat indikasi bahwa penulisnya bukanlah satu orang.
Serat ini dianggap sebagai salah satu puncak estetika sastra Jawa abad ke-19 dan memiliki karakter mistik yang kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu.
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat, yang dibagi   dalam lima lagu, yaitu
·         Pangkur (14 pupuh, I - XIV))
·         Sinom (18 pupuh, XV - XXXII)
·         Pocung (15 pupuh, XXXIII - XLVII)
·         Gambuh (35 pupuh, XLVIII - LXXXII)
·         Kinanthi (18 pupuh, LXXXIII - C)
c.       Serat Wirid Hidayat Jati
Gambaran umum dan garis besar isi serat Wirid Hidayat Jati ini sebagaimana Damogandhul dan Gatholoco dipergunakan oleh Prof. Dr. H. M. RRasasyidi untuk menggambarkan apa yang dinamakan Aliran Kebatinan. Jadi dijadikan sampel yang mewakili aliran Kebatinan. Sedang Dr. Harun. Hadiwijono menganggapnya sebagai wakil kebatinan Jawa Abad 19. Dan maksud dari kebatinan jawa disini ialah mistikisme. Dr. Harun Hadiwijono menamakannya sebagai Kebatinan Jawa Abad Sembilan Belas.[15]
Serat Wirid Hidayat Jati merupakan salah satu dari sekian banyak hasil karya pujangga masyhur kraton Surakarta Raden Ngabehi Rongggowarsito. Tulisan ini disempurnakan atau diselesaikan penulisnya pada tahun Jawa 1791 atau tahun 1862 yang ditulis dalam bahasa Jawa karma gancaran (prosa) yang halus dan indah dengan tulisan huruf Jawa. Kemudian dibangun kembali diantaranya oleh R. Tanoyo yang menyadari dengan dilatinkan, maka mudah membacanya walaupun belum pasti mudah pula mengambil pengertiannya. Ada juga orang lain yang mengubah ke dalam huruf latin, yaitu Honggopradoto.[16]
d.      Kitab Darmogandul
Banyak versi yang menjelaskan tentang kitab Darmogandul, terutama tentang jati diri orang yang menulis kitab tersebut dan kapan kitab tersebut ditulis. Ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa kitab tersebut ditulis oleh Ki Kalamwadi yang mempunyai guru bernama Raden Budi Sukardi. Ki Kalamwadi ini mempunyai murid yang bernama Darmo Gandhul. Nama dari muridnya inilah yang kemudian menjadi nama kitabnya. Dalam versi itu juga disebutkan bahwa kitab ini ditulis pada tahun 1478 M, yakni ketika kerajaan Majapahit masih berdiri.
e.       Kitab Gatoloco
Adapun “kitab suci” aliran kebatinan yang mirip dengan Darmogandul adalah Gatoloco. Kitab ini diperkirakan sudah ada pada abad ke 19 M. Gatoloco sendiri adalah nama tokoh utama dari kitab tersebut. Dia digambarkan memiliki wajah dan penampilan yang buruk. Orangnya kerdil, tidak memiliki mata, hidung, dan telinga.
Gambaran Suluk gatholoco ini pengarangnya sulit ditentukan, karena keterangan yang terdapat di dalam versi-versinya memberikan informasi yang berbeda-beda. Versi terbitan Tan koen Swie Kediri, memyebutkan Kaimpun dening Raden Soewandi, yang lain mengatakan bahwa suluk ini disusun oleh seorang yang bernama Soeryanegara. Yang lain lagi mengatakan pengarangnya Raden Ngabehi Ranggawarsitama. Ada sarjana yang hanya berani mengatakan bahwa pengarangnya adalah seorang bangsawan tinggi Kediri. Namun yang jelas Suluk Gatholoco banyak dikenal masyarakat. Prof. Dr.H.M. Rasyidi menjadikannya menjadi sampel dari apa yang dinamakan aliran kebatinan, walaupun tidak tepat benar, karena kemistikannya tidak sejelas Serat Dewa Ruci. Karena banyak dikenal masyarakat Jawa, maka tidak mustahil isi, ajaran serta kepercayaan yang terdapat di dalamnya memang merupakan kepercayaan atau pandangan hidup sebagian masyarakat Jawa.

BAB I11
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum agama-agama masuk beribu tahun lalu orang jawa mempercayai adanya Tuhan yang diwujudkan melalui hal-hal yang nyata yang disebut Agama Kejawen. Yaitu perpaduan antara animisme, agama hindu dan budha.
 Secara garis besar orang jawa mempercayai tujuan yang sama yaitu memcapai kebahagiaan lahir dan bathin, menghormati orang lain dan selalu hidup berdampingan demi tercapainya tatanan masyarakat yang harmonis

DAFTAR PUSTAKA
Astianto, Meni. Filsafat Jawa. (Yogyakarta : Waita Pustaka, 2006)
Damami, Muhammad. Makna Agama dalam Masyarakat Jawa. (Yogyakarta : IESFI. Cet 1. 2002)
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. (Jakarta : Pustaka Jaya, 1983
Hasan, Thoihah. Aswaja Dalam Presepsi Dan Tradisi NU. (Jakarta: Lantabora Press. 2003)
Jamil, Abdul dkk. Islam Dan Kebudayaan Jawa. (Yogyakarta : Gama Media, 2002)
Mukhtarom, Zain. Islam Di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan. (Jakarta : Salemba Diniyah, 2002)
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. (Jakarta: UI Press. Cet.1,1988)









[2] Meni Astianto. Filsafat Jawa (Yogyakarta: Warta Pustaka.2006).h.20
[3] Meni Astianto. Filsafat Jawa (Yogyakarta: Warta Pustaka.2006).h.20

[4]Purwadi dan Djoko Dwiyanto,  Filsafat Jawa: Ajaran Hidup Yang Berdasarkan Nilai Kebijakan Tradisional (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006), h. 19.

[5]Purwadi dan Djoko Dwiyanto,  Filsafat Jawa: Ajaran Hidup Yang Berdasarkan Nilai Kebijakan Tradisional (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006), h. 19-20

[8]Muchtarom, Zaini, Islam Di Jawa Dalam Perspektif Santri Dan Abangan, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.
[9] Widagdho, Djoko. Ilmu Budaya Dasar.hlm:11-20
[10] Clifford Geertz. Abangan,Santri,Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. (Jakarta:Pustaka Jaya.Cet.II,1983).h.17-18

[11] Ibid., h. 36

[12]Ibid., h. 116
[14] https://id.wikipedia.org/wiki/Wulang_Reh diakses pada tanggal 10 Maret 2015

[15] Drs. Romdon, MA. Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan. (Jakarta: PT. Grafindo Persada. Cet.1,1996). h.69

[16] Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. (Jakarta: UI Press. Cet.1,1988). h. 69

1 komentar:

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net