1.
Asal Usul Sumatera Barat
Suku ini
merupakan salah satu suku yang terkenal dengan cerita rakyatnya yang begitu
melegenda di seluruh tanah air. Suku Minang berada di Sumatera Barat sebagai
salah satu provinsi yang terletak di sepanjang pesisir pulau Sumatera. Padang sebagai ibu kota Sumatera Barat
dikenal dengan masakannya yang khas dan dominan bumbu asli dari rempah-rempah
Indonesia. Provinsi dengan jumlah penduduk 4.846.909 jiwa ini memang dominan di
huni oleh masyarakat yang beretnis Minang, karena itu wajar saja jika Sumatra
Barat dikenal lewat suku Minangkabau.
2. Awal Mulanya
Minangkabau
Sejarah
bermula pada masa kerajaan Adityawarman, yang merupakan tokoh penting di
Minangkabau. Seorang Raja yang tidak ingin disebut sebagai Raja, pernah
memerintah di Pagaruyung, daerah pusat kerajaan Minangkabau. Adityawarman
adalah seoranga Raja yang berjasa memberi sumbangsih bagi alam Minangkabau,
selain itu beliau juga orang pertama yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat.
Sejak
pemerintahan Raja Adityawarman tepatnya pertengahan abad ke-17, Propinsi ini
lebih terbuka dengan dunia luar khususnya Aceh. Karena hubungan dengan Aceh
yang semakin intensif melalui kegiatan ekonomi masyarakat, akhirnya mulai
berkembang nilai baru yang menjadi landasan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat.
Agama Islam sebagai nilai baru tersebut berkembang di kalangan masyarakat dan
berangsur-angsur mendominasi masyarakat
Minangkabau yang sebelumnya didominasi agama Buddha. Selain itu sebagian
kawasan di Sumatera Barat yaitu pesisir pantai barat masih berada di bawah
kekuasaan kerajaan Pagaruyung, namun kemudian menjadi bagian dari kesultanan
Aceh.
Melirik
sejarah singkat Minangkabau, merupakan salah satu desa yang berada di kawasan
Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa tersebut awalnya
merupakan tanah lapang.
Namun karena adanya isu yang berkembang bahwa Kerajaan Pagaruyung akan di
serang kerajaan Majapahit dari Provinsi Jawa maka terjadilah peristiwa adu
kerbau atas usul kedua belah pihak. Kerbau tersebut mewakili peperangan kedua kerajaan.
Karena kerbau Minang berhasil memenangkan perkelahian maka muncul kata manang
kabau yang selanjutnya di jadikan nama Nagari atau desa tersebut. Upaya
penduduk setempat mengenang peristiwa bersejarah tersebut, penduduk Pagaruyung
mendirikan sebuah rumah loteng (rangkiang) dimana atapnya mengikuti bentuk tanduk kerbau. Menurut sejarah, rumah
tersebut didirikan di batas tempat bertemunya pasukan Majapahit yang di jamu
dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. Situasi masyarakat saat itu
umumnya hidup dengan cara berdagang, bertani sawah, hasil hutan dan mulai
berkembang pertambangan emas. Beberapa pernyataan timbul bahwa alat
transportasi yang digunakan untuk menelusuri dataran tinggi Minangkabau adalah
kerbau. Alasan menggunakan kerbau karena agama yang dipercaya pada waktu itu di
ajarkan untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu. Karena ajaran
tersebut mereka menggunakan kerbau sebagai masyarakat dengan adu kerbau.
Bukti arkeolog
mengatakan bahwa daerah kawasan Minangkabau yaitu Lima puluh Koto merupakan
daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang orang Minang. Di daerah
tersebut mengalir sungai-sungai yang dijadikan sarana transportasi pada zaman
dulu. Nenek moyang orang Sumatera di perkirakan berlayar melalui rute ini dan
sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan peradabannya di sekitar Lima
puluh Koto tersebut. Terbukanya provinsi Sumatera Barat terhadap dunia luar
menyebabkan kebudayaan yang semakin berkembang oleh bercampurnya para
pendatang. Jumlah pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah menyebabkan
persebaran penduduk ke berbagai
lokasi Sumatera Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian
barat Sumatera.
Jatuhnya
kerajaan Pagaruyung dan terlibatnya negara Belanda di Perang Padri, menjadikan
daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari Pax Nederlandica oleh
pemerintah Hindia Belanda. Kemudian daerah Minangkabau di bagi menjadi
Residentie Padangsche Bovenlanden serta Benedenlanden. Pada zaman VOC,
Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust merupakan sebutan untuk wilayah pesisir
barat Sumatera. Hingga abad ke-18, Provinsi Sumatera Barat semakin terkena
pengaruh politik dan ekonomi akhirnya kawasan ini mencakup daerah pantai barat
Sumatera.
Kemudian
mengikuti perkembangan administratif pemerintahan Belanda, kawasan ini masuk
dalam Pemerintahan Sumatra's Westkust dan di ekspansi lagi menggabungkan
Singkil dan Tapanuli. Pada 1905, wilayah Singkil dialihkan ke Residen Aceh, dan
Tapanuli dijadikan residen Tapanuli. Memasuki tahun 1914, pemerintahan
Sumatera’s Westkust statusnya diturunkan menjadi Residen Sumatera’s Westkust.
Kemudian wilayah Mentawai di tambahkan di Samudera Hindia menjadi bagian dari
Residen Sumatera. 21 tahun berikutnya tepatnya 1935 kawasan Kerinci dimasukkan
juga ke bagian Residen Sumatera. Setelah perpecahan pemerintahan Sumatra’s
Ootkust, kedua wilayah yaitu Kuantan Singingi dan Rokan Hulu dimasukkan ke
Residen Riouw, dan dengan waktu yang hampir sama dibentuk Residen Djambi.
Selanjutnya
masa pendudukan Jepang di kawan ini, Residen Sumatera’s Westkust berganti nama
dengan bahasa Jepang yaitu Sumatora Nishi Kaigan Shu. Karena alasan strategi
militer, wilayah Kampar akhirnya dikeluarkan dari Residen Sumatera’s Westkust
atau Sumatora Nishi Kaigan Shu kemudian digabung ke wilayah Rhio Shu. Sampai awal
kemerdekaan negara Indonesia tahun 1945, daerah Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi Sumatera yang
berdomisili di Bukittinggi. Tahun 1949 Provinsi Sumatera mengalami perpecahan
menjadi 3 kawasan, yakni provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan
Sumatera Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau.
3. Mitologi
1.
batu angkat angkat. Bila berkunjung ke Batusangkar Tanah Datar, Sumatera
Barat (Sumbar), Anda akan menemukan ragam cerita batu. Sejak cerita berlatar
sejarah, sampai yang berbalut mitos dan kearifan lokal. Di Batusangkar, agaknya
sudah banyak yang mengunjungi batu basurek dan batu batikam. Dua batu yang
berhubungan dengan sejarah Minangkabau di masa lalu. Namun, belum banyak cerita
tentang batu angkek-angkek. Batu ini disimpan di sebuah rumah gadang di Nagari
Balai Tabuh, Kecamatan Sungayang, sekitar 11 KM dari Kota Batusangkar.
Untuk mengangkat batu magis itu,
anggota adat terlebih dahulu melakukan ritual untuk menjaga keseimbangannya.
Meski sarat dengan aroma mistis, Alpi Putra (40), generasi ke-8 dari keturunan
penemu batu, Datuak Bandaro Kayo, meminta agar batu tersebut tidak dianggap
berlebihan. Menurutnya, batu berbentuk kura-kura tersebut hanya sebagai media
untuk meminta dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk mengangkat batu,
terlebih dulu harus berwudu sesuai dengan ajaran Islam. Lalu berdoa kepada
Tuhan meminta apa yang diinginkan, misalnya jodoh. Kemudian, badan membungkuk
dan tangan kanan dan kiri menarik batu ke atas pangkuan. Kalau bisa ditarik ke
pangkuan, maka apa yang diminta akan terkabul. Percaya atau tidak, itu pilihan
Anda. Yang jelas, Batu Angkek-angkek merupakan salah satu aset Minangkabau yang
patut dijaga.
2.
ikan sungai janiah(sungai jernih). Ikan sakti ini berada di sebuah kolam yang
berada di daerah Sungai Janiah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kolam besar
yang banyak ikanya ini sunguh terawat dengan rapi air kolam ikan sakti inipun
sangat jernih para pengunjung bisa langsung melihat ikan yang ada di dalam
kolam. Ikan yang ada di kolampun jumlahnya banyak bahkan ada yang berukuran
sampai 2 meter. Tidak ada orang yang bernai menagkap ikan di kolam ini sebab
takut akan kutukan ikan sakti yakni siapa saja yang memakan kan sakti di kolam
ini akan tertipa musibah. Asal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan
anak manusia dan anak jin yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk
yang berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati. Versi
Muchtar Tuanku Sampono Muchtar Tuanku Sampono yang berusia 96 tahun, tokoh
masyarakat Sungai Janiah mengatakan, ikan di Sungai Janiah ini tidak “sakti”.
Ikan tersebut berasal dari anak yang hilang. Malam harinya ibu anak tersebut
bermimpi agar dibuat nasi kunyit (nasi kuning) dan dipanggil anaknya di Sungai
Janiah. “Sejak dulu tidak ada yang berani memakan ikan di Sungai Janiah ini,
karena mereka enggan saja karena sepertinya memakan manusianya saja, bahkan
Belanda dan Jepang tidak berani menjamah ikan ini,” Menurut Tuanku Sampono
tidak ada yang tahu jenis dan nama ikan tersebut. Ikan seperti ikan ‘gariang’,
namun kata orang Jambi ikan ini sejenis ikan Kalari. Seperti yang dikatakan
oleh Tuanku Sampono ikan-ikan tersebut sejak dulu tidak terlihat anak-anak
ikannya.
3.
orang bunian Orang bunian atau sekedar bunian adalah
mitos sejenis makhluk halus dari wilayah Minangkabau, Sumatera Barat,
Indonesia. Berdasar mitos tersebut, orang bunian berbentuk menyerupai manusia
dan tinggal di tempat-tempat sepi, di rumah-rumah kosong yang telah
ditinggalkan penghuninya dalam waktu lama. Istilah ini dikenal di wilayah
Istilah orang bunian juga kadang-kadang dikaitkan dengan istilah dewa di
Minangkabau, pengertian "dewa" dalam hal ini sedikit berbeda dengan
pengertian dewa dalam ajaran Hindu maupun Buddha. "Dewa" dalam
istilah Minangkabau berarti sebangsa makhluk halus yang tinggal di wilayah
hutan, di rimba, di pinggir bukit, atau di dekat pekuburan. Biasanya bila hari
menjelang matahari terbenam di pinggir bukit akan tercium sebuah Aroma yang
biasa dikenal dengan nama "masakan dewa" atau "samba dewa".
Aroma tersebut mirip bau kentang goreng. Hal ini dapat berbeda-beda namun
mirip, berdasarkan kepercayaan lokal masyarakat Minangkabau di daerah berbeda.
"Dewa" dalam kepercayaan Minangkabau lebih diasosiasikan sebagai
bergender perempuan, yang cantik rupawan, bukan laki-laki seperti persepsi yang
umum di kepercayaan la Selain itu, masyarakat Minangkabau juga meyakini bahwa
ada peristiwa orang hilang disembunyikan dewa / orang bunian. Ada juga istilah
"orang dipelihara dewa", yang saat bayi telah dilarikan oleh dewa.
Mitos ini masih dipercaya banyak masyarakat Minangkabau sampai sekarang 4.
bikit tambun tulang Bukit Tambun Tulang ini juga kisah legenda yang bertempat
di sekitar jalan yang menghubungkan Kayu Tanam dengan Padang Panjang melintasi
Bukit Barisan. Konon dulu kala, terdapat sebuah bukit yang penuh dengan tulang
belulang manusia. Kisah ini menceritakan sulitnya orang dari pesisir untuk
menuju pusat negeri Minangkabau, karena harus mendaki bukit, kemudian dirampok
dan dibunuh di sebuah bukit yang dinamakan "Tambun Tulang". Namun
sampai hari ini, belum ada penelitian arkeologi atau sejarah atas mitos ini.
Legenda Bukit Tambun Tulang ini kemudian banyak menjadi inspirasi kisah-kisah
fiksi. Penulis Makmur Hendrik misalnya, menjadikan Bukit Tambun Tulang ini sebagai
latar belakang novel "Giring-giring Perak". Kemudian Bastion Tito,
pernah menulis salah satu seri novel Wiro Sableng berjudul "Banjir Darah
di Tambun Tulang" 5. batu malin kundang Batu Malin Kundang adalah sebuah
batu yang menyerupai manusia tertelungkup di tanah di Pantai Air Manis, Padang,
Sumatera Barat. Menurut masyarakat sekitar, batu tersebut diyakini sebagai
Malin Kundang yang telah dikutuk oleh ibunya untuk menjadi batu karena bersikap
durhaka. Kebenaran legenda tersebut diragukan apakah nyata atau tidak.
4. Sistem Kemasyarakatan
a.
Sistem kemasyarakatan suku Minangkabau
Masyarakat suku Minangkabau tidak
mengenal organisasi masyarakat lainnya yang bersifat adat kecuali kelompok
kekerabatan : paruik, kampueng dan suku. Karena itu instruksi/praturan
pemerintah, soal administrasi pedesaan, sering disalurkan kepada penduduk desa
melalui panghulu sukunya dan panghulu andiko. Sebuah suku dengan panghulu
aukunya juga dibantu oleh seorang dubalang
dan manti yang tugasnya menjaga
keamanan suku.
Ada suatu masyarakat yang panghulu
sukunya dipilih, dan ada juga yang hanya menjadi hak suatu keluarga tertentu
saja, kalau keluarga itu telah habis, baru pindah kepada keluarga lainnya.
Stratifikasi sosial masyarakat Minangkabau pada daerah tertentu (terutama
Padang Pariaman) masih mengenal 3 tingkatan, yaitu : lapisan bangsawan, orang
biasa dan lapisan terendah (para budak).
1. Golongan bangsawan
Memiliki kedudukan yang tinggi dalam
masyarakat dan sering mendapat kemudahan dalam segala urusan, misalnya :
memperolah uang jemputan yang tinggi jika menikah, boleh tidak memberi belanja
kepada isterinya dan anaknya, memperoleh gelar kebangsawanan juga. Ia boleh
kawin dengan/dari kelas mana saja.
Sebaliknya seorang wanita bangsawan
dilarang kawin dengan seorang laki-laki biasa, apalagi kelas terendah. Yang
termasuk golongan bangsawan ialah orang-orang yang mula-mula datang dan
mendirikan desa-desa di daerah Minangkabau. Karena itu mereka disebut sebagai
urang asa (orang asal).
2.
Golongan
orang biasa
Adalah
orang-orang yang datang kemudian dan tidak terikat dengan orang asal, tetapi
mereka bisa memiliki tanah dan rumah sendiri dengan cara membeli.
3.
Golongan
ternedah
Adalah orang-orang yang
datang kemudian dan menumpang pada keluarga-keluarga yang lebih dulu datang
dengan jalan menghambakan diri. Oleh karena itu golongan ini menduduku kelas yang
terbawah.
Menurut konsepsi orang Minangkabau, perbedaan lapisan
sosial ini dinyatakan dengan sitilah-istilah sebagai berikut :
a)
Kamanakan
tali pariuk, yaitu keturunan langsung dari keluarga urang
b)
Kamanakan
tali budi, yaitu para pendatang tetapi kedudukan ekonomi dan
sosialnya sudah baik, sehingga dianggap sederajad dengan urang asa.
c)
Kamanakan
tali ameh, yaitu para pendatang baru yang mencari hubungan keluarga
dengan urang asa, tetapi telah dapat hidup mandiri.
d)
Kamanakan
bawah lutuik yaitu orang yang menghamba pada orang asa.
5.
Ritual Suku Minangkabau
Sebagian besar masyarakat Minangkabau beragama Islam.
Masyarakat desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup
ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing (santet), yaitu menghantarkan racun
melalui udara. Upacara-upacara adat di Minangkabau meliputi :
1)
upacara Tabuik
Tabuik (Tabut) adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura,
gugurnyaImam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau
di daerah pantaiSumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman. Festival ini
termasuk menampilkan kembaliPertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa dan
dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi
upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi'ah, akan tetapi
penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa,
kebanyakan penganut Sunni. Di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot.
Upacara melabuhkan tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman
pada 10 Muharram sejak1831. Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh
Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari India, yang ditempatkan di sini dan kemudian
bermukim pada masa kekuasaan Inggris di Sumatera bagian barat.
2)
Makan Bajamba
Makan bajamba atau juga disebut makan barapak adalah tradisi makan yang
dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dengan cara duduk bersama-sama di dalam
suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan. Tradisi ini umumnya
dilangsungkan di hari-hari besar agama Islam dan dalam berbagai upacara adat,
pesta adat, dan pertemuan penting lainnya. Secara harafiah makan
bajambamengandung makna yang sangat dalam, dimana tradisi makan bersama ini
akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial.
3)
Turun mandi
Upacara turun mandi adalah upacara yang sangat mendarah daging di Ranah
Minang sampai saat ini . upacara turun mandi adaah upacara ucapan rasa syukur
kepada Allah SWT . Upacara turun mandi adalah ritual untuk mensyukuri nikmat
Allah berupa bayi yang baru lahir. Upacara ini merupakan sunnah Rasul dan
memperkenalkan kepada masyarakat bahwa telah lahir keturunan baru dari sebuah
suku atau keluarga tertentu. Dalam upacara ini harus memperhatikan
syarat-syarat yang telah kental di masyarakat Minangkabau.
4) Batagak
pangulu
Batagak penghulu adalah upacara pengangkatan penghulu. Sebelum acara
peresmian calon penghulu harus menjalani syarat-syaratnya yaitu Baniah, Dituah
Cilakoi, Panyarahan Baniah, Manakok hari. Upacara pengangkatan Penghulu
dilakukan dengan cara adat. Upacara ini diberi nama Malewakan Gala. Di hari
pertama adalah berpidato, lalu penghulu tertua memasangkan deta dan menyisipkan
sebilak keris sebagai tanda serah terima jabatan, akhirnya penghulu baru
diambil sumpahnya.
5) Pacu Jawi
Pacu jawi atau pacu sapi adalah sebuah atraksi permainan tradisional
yang dilombakan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Setiap tahun
lomba balap sapi ini diselanggarakan secara bergiliran selama empat minggu di
empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Pacu jawi telah ada ratusan tahun
tang lalu yang awalnya dilakukan para petani setelah musim panen.
6) Pacu
Itiak
Pacu itiak atau dalam bahasa Indonesianya pacu bebek (duck race) ini
adalah salah satu event anak nagari yang bisa dibilang event satu-satunya
didunia yang turun temurun sejak tahun 1928.
6.
Sistem
Politik Suku Minangkabau
Masyarakat
Minangkabau adalah sebutan untuk sebuah kelompok masyarakat yang mendiami
sebagian besar daerah Propinsi Sumatera Barat yang meliputi kawasan seluas
18.000 meter persegi yang memanjang dari utara ke selatan di antara Samudera
Indonesia dan gugusan Bukit Barisan.
Secara
jelas batas daerah etnis Minangkabau ini sulit diketahui, bahkan apabila dikaji
secara linguistik sama dengan “antah-berantah”. Hal ini disebabkan karena
masyarakat Minangkabau lebih banyak melukiskan kondisi dan situasi daerahnya
melalui sastra lisan (kaba dan tambo).
Salah satu
ciri yang melekat pada masyarakat Minangkabau ini adanya masih kuatnya
masyarakat memegang dan menerapkan adat (adaik) yang mereka miliki. Salah satu
bentuk ajaran adat tersebut tertuang dalam adat lareh, berupa seperangkat
nilai-nilai, norma-norma dan aturan-aturan yang berkaitan dengan nilai-nilai
dasar yang mengatur aktifitas dan kehidupan sosial politik masyarakat Minang.
Lareh
sebagai “sistem politik”, sering dipakai untuk menyebut aliran pemikiran dua
datuak nenek moyang pendahulu masyarakat Minangkabau yaitu Datuak
Katamenggungan yang mengembangkan lareh Koto Piliang, dan Datuak Prapatiah Nan
Sabatang. Berangkat dari tambo dan mitos yang berkembang dalam masyarakat
Minangkabau, Datuak Katamenggungan mengembangkan sistem politik (lareh) Koto
Piliang, dan Datuak Prapatiah Nan Sabatang mengembangkan lareh Bodi Caniago.
Lareh Koto
Piliang lebih bercirikan “aristokratis”, dimana kekuasaan tersusun pada
strata-strata secara bertingkat dengan wewenangnya bersifat vertikal, sesuai
dengan pepatahnya manitiak dari ateh (menetes dari atas).
Sementara
lareh Bodi Caniago bercirikan “demokratis” dimana kekuasaan tersusun
berdasarkan prinsip egaliter dengan wewenang bersifat horizontal, sesuai dengan
pepatahnya mambusek dari bumi (muncul dari bawah).
Secara
struktural, ajaran kedua lareh ini lah yang akhirnya mempengaruhi pola
kehidupan sosial-politik masyarakat Minangkabau di kemudian hari.
Perbedaan
antara dua lareh ini disatu sisi telah memunculkan persaingan satu sama lain,
bahkan persaingan tersebut telah terjadi sejak dua Datuak-Datuak Katamenggungan
dan Datuak Prapatiah nan Sabatang — mencetuskan adat lareh itu sendiri.
Ini
ditandai dengan persaingan antara desa Lima Kaum yang menganut adat lareh Bodi
Caniago dengan desa Sungai Tarab yang menganut adat lareh Koto Piliang, yang
digambarkan sampai terjadi “perang batu” dan “perang bedil”.
7. Sistem Ekonomi Suku
Minangkabau
Mata pencaharian masyarakat Minangkabau sebagian besar
sebagai petani. Bagi yang tinggal di pinggir laut mata pencaharian utamanya
menangkap ikan. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak masyarakat
Minangkabau yang mengadu nasib ke kota-kota besar. Seperti yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia pada saat ini.
Masyarakat Minangkabau juga banyak yang menjadi perajin.
Kerajinan yang dihasilkan adalah kain songket. Hasil kerajinan tersebut
merupakan cenderamata khas dari Minangkabau.
8.
Sistem
Kesenian Suku Minangkabau
1) Seni Bangunan
Rumah adat Minangkabau disebut rumah gadang. Rumah gadang
terdiri atas biliek sebagai ruang tidur, dan didieh sebagai ruang tamu. Ciri
utama rumah itu adalah bentuk lengkung atapnya yang disebut gonjong yang
artinya tanduk rebung. Antara atap dan lantai terdapat pegu. Di desa Balimbing
lebih kurang 10 km dari timur kota Batu Sangkar banyak dijumpai rumah gadang
yang berumur 300 tahun.
2) Seni Tari
Tari-tarian yang ada adalah tari silat kucing dan tari
silat tupai malompek yang masih dijumpai di daerah-daerah Payakumbuh. Lagu yang
digunakan dalam tari itu adalah Cak Din Din, Pado-Pado, Siamang Tagagau, Si
Calik Mamenjek, Capo, dan Anak Harimau dalam Gauang. Selain itu juga terdapat
tari piring, tari Lilin, tari payung, dan tari serampang dua belas.
3) Seni Musik
Alat-alat musik tradisonal dari suku bangsa Minangkabau
adalah saluang dan talempong. Saluang biasa dikenal dengan seruling, sedangkan
talempong mirip dengan gamelan yang dibunyikan dengan pemukul.
4) Seni Sastra
Seni sastra yang berkembang pada suku bangsa Minangkabau
dan pada umumnya adalah seni sastra pantun yang berupa nasihat.
0 komentar:
Posting Komentar