Kamis, 19 Mei 2016

SUKU MINANGKABAU

SUKU MINANGKABAU

 
1.      Asal Usul Sumatera Barat
Suku ini merupakan salah satu suku yang terkenal dengan cerita rakyatnya yang begitu melegenda di seluruh tanah air. Suku Minang berada di Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang terletak di sepanjang pesisir pulau Sumatera. Padang sebagai ibu kota Sumatera Barat dikenal dengan masakannya yang khas dan dominan bumbu asli dari rempah-rempah Indonesia. Provinsi dengan jumlah penduduk 4.846.909 jiwa ini memang dominan di huni oleh masyarakat yang beretnis Minang, karena itu wajar saja jika Sumatra Barat dikenal lewat suku Minangkabau.

2.      Awal Mulanya Minangkabau
Sejarah bermula pada masa kerajaan Adityawarman, yang merupakan tokoh penting di Minangkabau. Seorang Raja yang tidak ingin disebut sebagai Raja, pernah memerintah di Pagaruyung, daerah pusat kerajaan Minangkabau. Adityawarman adalah seoranga Raja yang berjasa memberi sumbangsih bagi alam Minangkabau, selain itu beliau juga orang pertama yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat.
Sejak pemerintahan Raja Adityawarman tepatnya pertengahan abad ke-17, Propinsi ini lebih terbuka dengan dunia luar khususnya Aceh. Karena hubungan dengan Aceh yang semakin intensif melalui kegiatan ekonomi masyarakat, akhirnya mulai berkembang nilai baru yang menjadi landasan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat. Agama Islam sebagai nilai baru tersebut berkembang di kalangan masyarakat dan berangsur-angsur mendominasi masyarakat Minangkabau yang sebelumnya didominasi agama Buddha. Selain itu sebagian kawasan di Sumatera Barat yaitu pesisir pantai barat masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, namun kemudian menjadi bagian dari kesultanan Aceh.
Melirik sejarah singkat Minangkabau, merupakan salah satu desa yang berada di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa tersebut awalnya merupakan tanah lapang.
Namun karena adanya isu yang berkembang bahwa Kerajaan Pagaruyung akan di serang kerajaan Majapahit dari Provinsi Jawa maka terjadilah peristiwa adu kerbau atas usul kedua belah pihak. Kerbau tersebut mewakili peperangan kedua kerajaan. Karena kerbau Minang berhasil memenangkan perkelahian maka muncul kata manang kabau yang selanjutnya di jadikan nama Nagari atau desa tersebut. Upaya penduduk setempat mengenang peristiwa bersejarah tersebut, penduduk Pagaruyung mendirikan sebuah rumah loteng (rangkiang) dimana atapnya mengikuti bentuk tanduk kerbau. Menurut sejarah, rumah tersebut didirikan di batas tempat bertemunya pasukan Majapahit yang di jamu dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. Situasi masyarakat saat itu umumnya hidup dengan cara berdagang, bertani sawah, hasil hutan dan mulai berkembang pertambangan emas. Beberapa pernyataan timbul bahwa alat transportasi yang digunakan untuk menelusuri dataran tinggi Minangkabau adalah kerbau. Alasan menggunakan kerbau karena agama yang dipercaya pada waktu itu di ajarkan untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu. Karena ajaran tersebut mereka menggunakan kerbau sebagai masyarakat dengan adu kerbau.
Bukti arkeolog mengatakan bahwa daerah kawasan Minangkabau yaitu Lima puluh Koto merupakan daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang orang Minang. Di daerah tersebut mengalir sungai-sungai yang dijadikan sarana transportasi pada zaman dulu. Nenek moyang orang Sumatera di perkirakan berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan peradabannya di sekitar Lima puluh Koto tersebut. Terbukanya provinsi Sumatera Barat terhadap dunia luar menyebabkan kebudayaan yang semakin berkembang oleh bercampurnya para pendatang. Jumlah pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah menyebabkan persebaran penduduk ke berbagai lokasi Sumatera Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian barat Sumatera.
Jatuhnya kerajaan Pagaruyung dan terlibatnya negara Belanda di Perang Padri, menjadikan daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari Pax Nederlandica oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian daerah Minangkabau di bagi menjadi Residentie Padangsche Bovenlanden serta Benedenlanden. Pada zaman VOC, Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust merupakan sebutan untuk wilayah pesisir barat Sumatera. Hingga abad ke-18, Provinsi Sumatera Barat semakin terkena pengaruh politik dan ekonomi akhirnya kawasan ini mencakup daerah pantai barat Sumatera.
Kemudian mengikuti perkembangan administratif pemerintahan Belanda, kawasan ini masuk dalam Pemerintahan Sumatra's Westkust dan di ekspansi lagi menggabungkan Singkil dan Tapanuli. Pada 1905, wilayah Singkil dialihkan ke Residen Aceh, dan Tapanuli dijadikan residen Tapanuli. Memasuki tahun 1914, pemerintahan Sumatera’s Westkust statusnya diturunkan menjadi Residen Sumatera’s Westkust. Kemudian wilayah Mentawai di tambahkan di Samudera Hindia menjadi bagian dari Residen Sumatera. 21 tahun berikutnya tepatnya 1935 kawasan Kerinci dimasukkan juga ke bagian Residen Sumatera. Setelah perpecahan pemerintahan Sumatra’s Ootkust, kedua wilayah yaitu Kuantan Singingi dan Rokan Hulu dimasukkan ke Residen Riouw, dan dengan waktu yang hampir sama dibentuk Residen Djambi.
Selanjutnya masa pendudukan Jepang di kawan ini, Residen Sumatera’s Westkust berganti nama dengan bahasa Jepang yaitu Sumatora Nishi Kaigan Shu. Karena alasan strategi militer, wilayah Kampar akhirnya dikeluarkan dari Residen Sumatera’s Westkust atau Sumatora Nishi Kaigan Shu kemudian digabung ke wilayah Rhio Shu. Sampai awal kemerdekaan negara Indonesia tahun 1945, daerah Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi Sumatera yang berdomisili di Bukittinggi. Tahun 1949 Provinsi Sumatera mengalami perpecahan menjadi 3 kawasan, yakni provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau.
3.      Mitologi
1.      batu angkat angkat. Bila berkunjung ke Batusangkar Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), Anda akan menemukan ragam cerita batu. Sejak cerita berlatar sejarah, sampai yang berbalut mitos dan kearifan lokal. Di Batusangkar, agaknya sudah banyak yang mengunjungi batu basurek dan batu batikam. Dua batu yang berhubungan dengan sejarah Minangkabau di masa lalu. Namun, belum banyak cerita tentang batu angkek-angkek. Batu ini disimpan di sebuah rumah gadang di Nagari Balai Tabuh, Kecamatan Sungayang, sekitar 11 KM dari Kota Batusangkar.
Untuk mengangkat batu magis itu, anggota adat terlebih dahulu melakukan ritual untuk menjaga keseimbangannya. Meski sarat dengan aroma mistis, Alpi Putra (40), generasi ke-8 dari keturunan penemu batu, Datuak Bandaro Kayo, meminta agar batu tersebut tidak dianggap berlebihan. Menurutnya, batu berbentuk kura-kura tersebut hanya sebagai media untuk meminta dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk mengangkat batu, terlebih dulu harus berwudu sesuai dengan ajaran Islam. Lalu berdoa kepada Tuhan meminta apa yang diinginkan, misalnya jodoh. Kemudian, badan membungkuk dan tangan kanan dan kiri menarik batu ke atas pangkuan. Kalau bisa ditarik ke pangkuan, maka apa yang diminta akan terkabul. Percaya atau tidak, itu pilihan Anda. Yang jelas, Batu Angkek-angkek merupakan salah satu aset Minangkabau yang patut dijaga.
2.      ikan sungai janiah(sungai jernih). Ikan sakti ini berada di sebuah kolam yang berada di daerah Sungai Janiah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kolam besar yang banyak ikanya ini sunguh terawat dengan rapi air kolam ikan sakti inipun sangat jernih para pengunjung bisa langsung melihat ikan yang ada di dalam kolam. Ikan yang ada di kolampun jumlahnya banyak bahkan ada yang berukuran sampai 2 meter. Tidak ada orang yang bernai menagkap ikan di kolam ini sebab takut akan kutukan ikan sakti yakni siapa saja yang memakan kan sakti di kolam ini akan tertipa musibah. Asal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan anak manusia dan anak jin yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk yang berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati. Versi Muchtar Tuanku Sampono Muchtar Tuanku Sampono yang berusia 96 tahun, tokoh masyarakat Sungai Janiah mengatakan, ikan di Sungai Janiah ini tidak “sakti”. Ikan tersebut berasal dari anak yang hilang. Malam harinya ibu anak tersebut bermimpi agar dibuat nasi kunyit (nasi kuning) dan dipanggil anaknya di Sungai Janiah. “Sejak dulu tidak ada yang berani memakan ikan di Sungai Janiah ini, karena mereka enggan saja karena sepertinya memakan manusianya saja, bahkan Belanda dan Jepang tidak berani menjamah ikan ini,” Menurut Tuanku Sampono tidak ada yang tahu jenis dan nama ikan tersebut. Ikan seperti ikan ‘gariang’, namun kata orang Jambi ikan ini sejenis ikan Kalari. Seperti yang dikatakan oleh Tuanku Sampono ikan-ikan tersebut sejak dulu tidak terlihat anak-anak ikannya.
3.      orang bunian Orang bunian atau sekedar bunian adalah mitos sejenis makhluk halus dari wilayah Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia. Berdasar mitos tersebut, orang bunian berbentuk menyerupai manusia dan tinggal di tempat-tempat sepi, di rumah-rumah kosong yang telah ditinggalkan penghuninya dalam waktu lama. Istilah ini dikenal di wilayah Istilah orang bunian juga kadang-kadang dikaitkan dengan istilah dewa di Minangkabau, pengertian "dewa" dalam hal ini sedikit berbeda dengan pengertian dewa dalam ajaran Hindu maupun Buddha. "Dewa" dalam istilah Minangkabau berarti sebangsa makhluk halus yang tinggal di wilayah hutan, di rimba, di pinggir bukit, atau di dekat pekuburan. Biasanya bila hari menjelang matahari terbenam di pinggir bukit akan tercium sebuah Aroma yang biasa dikenal dengan nama "masakan dewa" atau "samba dewa". Aroma tersebut mirip bau kentang goreng. Hal ini dapat berbeda-beda namun mirip, berdasarkan kepercayaan lokal masyarakat Minangkabau di daerah berbeda. "Dewa" dalam kepercayaan Minangkabau lebih diasosiasikan sebagai bergender perempuan, yang cantik rupawan, bukan laki-laki seperti persepsi yang umum di kepercayaan la Selain itu, masyarakat Minangkabau juga meyakini bahwa ada peristiwa orang hilang disembunyikan dewa / orang bunian. Ada juga istilah "orang dipelihara dewa", yang saat bayi telah dilarikan oleh dewa. Mitos ini masih dipercaya banyak masyarakat Minangkabau sampai sekarang 4. bikit tambun tulang Bukit Tambun Tulang ini juga kisah legenda yang bertempat di sekitar jalan yang menghubungkan Kayu Tanam dengan Padang Panjang melintasi Bukit Barisan. Konon dulu kala, terdapat sebuah bukit yang penuh dengan tulang belulang manusia. Kisah ini menceritakan sulitnya orang dari pesisir untuk menuju pusat negeri Minangkabau, karena harus mendaki bukit, kemudian dirampok dan dibunuh di sebuah bukit yang dinamakan "Tambun Tulang". Namun sampai hari ini, belum ada penelitian arkeologi atau sejarah atas mitos ini. Legenda Bukit Tambun Tulang ini kemudian banyak menjadi inspirasi kisah-kisah fiksi. Penulis Makmur Hendrik misalnya, menjadikan Bukit Tambun Tulang ini sebagai latar belakang novel "Giring-giring Perak". Kemudian Bastion Tito, pernah menulis salah satu seri novel Wiro Sableng berjudul "Banjir Darah di Tambun Tulang" 5. batu malin kundang Batu Malin Kundang adalah sebuah batu yang menyerupai manusia tertelungkup di tanah di Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat. Menurut masyarakat sekitar, batu tersebut diyakini sebagai Malin Kundang yang telah dikutuk oleh ibunya untuk menjadi batu karena bersikap durhaka. Kebenaran legenda tersebut diragukan apakah nyata atau tidak.
4.      Sistem Kemasyarakatan
a.       Sistem kemasyarakatan suku Minangkabau
Masyarakat suku Minangkabau tidak mengenal organisasi masyarakat lainnya yang bersifat adat kecuali kelompok kekerabatan : paruik, kampueng dan suku. Karena itu instruksi/praturan pemerintah, soal administrasi pedesaan, sering disalurkan kepada penduduk desa melalui panghulu sukunya dan panghulu andiko. Sebuah suku dengan panghulu aukunya juga dibantu oleh seorang dubalang dan manti yang tugasnya menjaga keamanan suku.
Ada suatu masyarakat yang panghulu sukunya dipilih, dan ada juga yang hanya menjadi hak suatu keluarga tertentu saja, kalau keluarga itu telah habis, baru pindah kepada keluarga lainnya. Stratifikasi sosial masyarakat Minangkabau pada daerah tertentu (terutama Padang Pariaman) masih mengenal 3 tingkatan, yaitu : lapisan bangsawan, orang biasa dan lapisan terendah (para budak).
1.       Golongan bangsawan
Memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan sering mendapat kemudahan dalam segala urusan, misalnya : memperolah uang jemputan yang tinggi jika menikah, boleh tidak memberi belanja kepada isterinya dan anaknya, memperoleh gelar kebangsawanan juga. Ia boleh kawin dengan/dari kelas mana saja.
Sebaliknya seorang wanita bangsawan dilarang kawin dengan seorang laki-laki biasa, apalagi kelas terendah. Yang termasuk golongan bangsawan ialah orang-orang yang mula-mula datang dan mendirikan desa-desa di daerah Minangkabau. Karena itu mereka disebut sebagai urang asa (orang asal).
2.       Golongan orang biasa
Adalah orang-orang yang datang kemudian dan tidak terikat dengan orang asal, tetapi mereka bisa memiliki tanah dan rumah sendiri dengan cara membeli.
3.       Golongan ternedah
Adalah orang-orang yang datang kemudian dan menumpang pada keluarga-keluarga yang lebih dulu datang dengan jalan menghambakan diri. Oleh karena itu golongan ini menduduku kelas yang terbawah.
Menurut konsepsi orang Minangkabau, perbedaan lapisan sosial ini dinyatakan dengan sitilah-istilah sebagai berikut :
a)      Kamanakan tali pariuk, yaitu keturunan langsung dari keluarga urang
b)      Kamanakan tali budi, yaitu para pendatang tetapi kedudukan ekonomi dan sosialnya  sudah baik, sehingga dianggap sederajad dengan urang asa.
c)       Kamanakan tali ameh, yaitu para pendatang baru yang mencari hubungan keluarga dengan urang asa, tetapi telah dapat hidup mandiri.
d)     Kamanakan bawah lutuik yaitu orang yang menghamba pada orang asa.
5.       Ritual Suku Minangkabau
Sebagian besar masyarakat Minangkabau beragama Islam. Masyarakat desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing (santet), yaitu menghantarkan racun melalui udara. Upacara-upacara adat di Minangkabau meliputi :
1)      upacara Tabuik
Tabuik (Tabut) adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura, gugurnyaImam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantaiSumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman. Festival ini termasuk menampilkan kembaliPertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa dan dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot.
Upacara melabuhkan tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman pada 10 Muharram sejak1831. Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan Inggris di Sumatera bagian barat.
2)      Makan Bajamba
Makan bajamba atau juga disebut makan barapak adalah tradisi makan yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan. Tradisi ini umumnya dilangsungkan di hari-hari besar agama Islam dan dalam berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya. Secara harafiah makan bajambamengandung makna yang sangat dalam, dimana tradisi makan bersama ini akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial.
3)      Turun mandi
Upacara turun mandi adalah upacara yang sangat mendarah daging di Ranah Minang sampai saat ini . upacara turun mandi adaah upacara ucapan rasa syukur kepada Allah SWT . Upacara turun mandi adalah ritual untuk mensyukuri nikmat Allah berupa bayi yang baru lahir. Upacara ini merupakan sunnah Rasul dan memperkenalkan kepada masyarakat bahwa telah lahir keturunan baru dari sebuah suku atau keluarga tertentu. Dalam upacara ini harus memperhatikan syarat-syarat yang telah kental di masyarakat Minangkabau. 
4)      Batagak pangulu
Batagak penghulu adalah upacara pengangkatan penghulu. Sebelum acara peresmian calon penghulu harus menjalani syarat-syaratnya yaitu Baniah, Dituah Cilakoi, Panyarahan Baniah, Manakok hari. Upacara pengangkatan Penghulu dilakukan dengan cara adat. Upacara ini diberi nama Malewakan Gala. Di hari pertama adalah berpidato, lalu penghulu tertua memasangkan deta dan menyisipkan sebilak keris sebagai tanda serah terima jabatan, akhirnya penghulu baru diambil sumpahnya.
5)      Pacu Jawi
Pacu jawi atau pacu sapi adalah sebuah atraksi permainan tradisional yang dilombakan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Setiap tahun lomba balap sapi ini diselanggarakan secara bergiliran selama empat minggu di empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Pacu jawi telah ada ratusan tahun tang lalu yang awalnya dilakukan para petani setelah musim panen.
6)      Pacu Itiak
Pacu itiak atau dalam bahasa Indonesianya pacu bebek (duck race) ini adalah salah satu event anak nagari yang bisa dibilang event satu-satunya didunia yang turun temurun sejak tahun 1928.
6.      Sistem Politik Suku Minangkabau
Masyarakat Minangkabau adalah sebutan untuk sebuah kelompok masyarakat yang mendiami sebagian besar daerah Propinsi Sumatera Barat yang meliputi kawasan seluas 18.000 meter persegi yang memanjang dari utara ke selatan di antara Samudera Indonesia dan gugusan Bukit Barisan.
Secara jelas batas daerah etnis Minangkabau ini sulit diketahui, bahkan apabila dikaji secara linguistik sama dengan “antah-berantah”. Hal ini disebabkan karena masyarakat Minangkabau lebih banyak melukiskan kondisi dan situasi daerahnya melalui sastra lisan (kaba dan tambo).
Salah satu ciri yang melekat pada masyarakat Minangkabau ini adanya masih kuatnya masyarakat memegang dan menerapkan adat (adaik) yang mereka miliki. Salah satu bentuk ajaran adat tersebut tertuang dalam adat lareh, berupa seperangkat nilai-nilai, norma-norma dan aturan-aturan yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang mengatur aktifitas dan kehidupan sosial politik masyarakat Minang.
Lareh sebagai “sistem politik”, sering dipakai untuk menyebut aliran pemikiran dua datuak nenek moyang pendahulu masyarakat Minangkabau yaitu Datuak Katamenggungan yang mengembangkan lareh Koto Piliang, dan Datuak Prapatiah Nan Sabatang. Berangkat dari tambo dan mitos yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, Datuak Katamenggungan mengembangkan sistem politik (lareh) Koto Piliang, dan Datuak Prapatiah Nan Sabatang mengembangkan lareh Bodi Caniago.
Lareh Koto Piliang lebih bercirikan “aristokratis”, dimana kekuasaan tersusun pada strata-strata secara bertingkat dengan wewenangnya bersifat vertikal, sesuai dengan pepatahnya manitiak dari ateh (menetes dari atas).
Sementara lareh Bodi Caniago bercirikan “demokratis” dimana kekuasaan tersusun berdasarkan prinsip egaliter dengan wewenang bersifat horizontal, sesuai dengan pepatahnya mambusek dari bumi (muncul dari bawah).
Secara struktural, ajaran kedua lareh ini lah yang akhirnya mempengaruhi pola kehidupan sosial-politik masyarakat Minangkabau di kemudian hari.
Perbedaan antara dua lareh ini disatu sisi telah memunculkan persaingan satu sama lain, bahkan persaingan tersebut telah terjadi sejak dua Datuak-Datuak Katamenggungan dan Datuak Prapatiah nan Sabatang — mencetuskan adat lareh itu sendiri.
Ini ditandai dengan persaingan antara desa Lima Kaum yang menganut adat lareh Bodi Caniago dengan desa Sungai Tarab yang menganut adat lareh Koto Piliang, yang digambarkan sampai terjadi “perang batu” dan “perang bedil”.
7.      Sistem Ekonomi Suku Minangkabau
Mata pencaharian masyarakat Minangkabau sebagian besar sebagai petani. Bagi yang tinggal di pinggir laut mata pencaharian utamanya menangkap ikan. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak masyarakat Minangkabau yang mengadu nasib ke kota-kota besar. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada saat ini.
Masyarakat Minangkabau juga banyak yang menjadi perajin. Kerajinan yang dihasilkan adalah kain songket. Hasil kerajinan tersebut merupakan cenderamata khas dari Minangkabau.
8.      Sistem Kesenian Suku Minangkabau
1) Seni Bangunan
Rumah adat Minangkabau disebut rumah gadang. Rumah gadang terdiri atas biliek sebagai ruang tidur, dan didieh sebagai ruang tamu. Ciri utama rumah itu adalah bentuk lengkung atapnya yang disebut gonjong yang artinya tanduk rebung. Antara atap dan lantai terdapat pegu. Di desa Balimbing lebih kurang 10 km dari timur kota Batu Sangkar banyak dijumpai rumah gadang yang berumur 300 tahun.
2) Seni Tari
Tari-tarian yang ada adalah tari silat kucing dan tari silat tupai malompek yang masih dijumpai di daerah-daerah Payakumbuh. Lagu yang digunakan dalam tari itu adalah Cak Din Din, Pado-Pado, Siamang Tagagau, Si Calik Mamenjek, Capo, dan Anak Harimau dalam Gauang. Selain itu juga terdapat tari piring, tari Lilin, tari payung, dan tari serampang dua belas.
3) Seni Musik
Alat-alat musik tradisonal dari suku bangsa Minangkabau adalah saluang dan talempong. Saluang biasa dikenal dengan seruling, sedangkan talempong mirip dengan gamelan yang dibunyikan dengan pemukul.
4) Seni Sastra
Seni sastra yang berkembang pada suku bangsa Minangkabau dan pada umumnya adalah seni sastra pantun yang berupa nasihat.



0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net