Kamis, 02 Juni 2016

Responding paper suku toraja



A.    Asal Usul Dan Perkembangan Kepercayaan Aluk To Dolo
Orang Toraja, ialah penduduk sulawesi tengah, untuk sebagian juga mendiami propinsi sulawesi selatan, ialah wilayah dari kabupaten-kabupaten tanah-Toaraja dan mamasa. Mereka itu biasanya juga disebutorang toraja sa’ dan berjulah kira-kira ½ juta orang[1].
Kepercayaan  aluk to dolo adalah kepercaayaan asli tanah toraja yang terletak kurang lebih 300 km, disebelah utara ujung pandang, sulawesi selatan. Secara harfiah, aluk artinya kepercayaan to artinya orang dolo artinya dulu jadi aluk todolo artinya kepercayaan orang dulu atau kepercayaan peninggalan nenek moyang
Karena ajaran itu hanya bersifat turun menurun, dan tidak banyak berupa  ajaran tertulis, maka peraktek pribadatanya banyak terdapat perbedaan antara satu suku dan suku  daerah lainya pada tiap tiap desa (kaparengsan) praktek pribadatan dipimpin oleh seorang yang bernama to parenggo sokkong baju[2].
Persekutuan dari beberapa kampung  diangkat seorang pemimpin yang mempunyai hak otonom keluar daerah dan ke dalam daerah . samapaui saat negara indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, belum terdapat suatu organisasi yang mengkoordinir secara resmi kegiatan-kegiatan penganut Aluk Todolo. Tetapi setelah tahun 1955 terbentuklah suatu organisasi atau perkumpulan pada penganut Aluk Todolo yang bernama pamadangan ada. Organisasi ini bertujuan :
a.      Agar Alukta diakuai sebagai agama resmi di indonesia yang berdasarkan pancasila.
b.     Agarpara penganut alukta diberi kesempatan untuk duduk dipemerintahan


B.    Pokok-Pokok Ajaran Aluk To Dolo
1.     Konsep ketuhanaan
Tidak berbeda dengan konsep anemisme lainya, aluk to dolo mempercayai adanya kekuatan gaib pada alam, iya berada dimana-mana, seperti dipinggir langit, ditepi laut, disungai, dalam lapisan tanah, lapisan batu, didalam matahari, di hutan, di laut, di poju, di tempat para arwah yang sudah meninggal. Bumi dan langit keduanya bersatu, sehingga tidak ada sesuatu yang lain pun kecuali Tuhan yang mengakibatkan dunia gelap gulita. Setelah berpisahnya bumi dan langit, maka timbulah gelap dan terang, dari padanya pula lahirlah Tuhan-Tuhan yang bernama:
1.     Poang Tulak Padang;
2.     Poang Enggai Rante;
3.     Gaun Tikembang[3]
C.    Upacara Keagamaan Masyarakat Toraja
Karena mayoritas penduduk suku Toraja masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya (60 %) maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan dan cukup terkenal.
Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan jenazah yang biasanya diikuti dengan adu ayam, adu kerbau, penyembelihan kerbau dan penyembelihan babi dengan jumlah besar. Upacara ini termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau dikubur sudah di simpan lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung batu. Akan hal tempat kuburan ini, suku Toraja mempunyai tempat yang khusus., Kebiasaan mengubur mayat di batu sampai kini tetap dilakukan meskipun sudah banyak yang beragama Katholik, Kristen. Hanya yang sudah beragama Islam mengubur mayatnya dalam tanah sebagaimana lazimnya.
Seni Bangunan, ukir, dan Ornamen/hiasan suku Toraja Seperti halnya rumah adat suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas. Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu rumah adat suku Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.
1.     Seni Bangunan Suku Toraja
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
2.     Seni Ukir suku Toraja
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi.
D.     Interaksi Sosial Orang Tanah Toraja Dalam Lingkungan Masyarakat Lokal
Orang Tanah  Toraja melakukan  ekspansi pada  tahun  1958  di Pulau Maniang di Pomalaa dimulai. Sampe Toding menemukan nikel dan mengajak Orang Tanah Toraja ke Maniang dan meninggalkan kampung halaman. Pulau Maniang merupakan  salah satu pulau yang terpisah namun tidak seberapa jauh dari  wilayah  Pomalaa yang  dikelilingi  lautan  dan  berupa daratan. Daerah Kecamatan Pomalaa bagian dari wilayah Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Yang  memiliki penduduk  lokal  atau  pribumi  yaitu  suku  Tolaki Mekongga. Gelombang  kedua perpindahan  suku Tanah  Toraja dari  kampong halaman  diorganisir  oleh Bapak  Pasorong  Rumengan,  ST. pada  tahun  1960 menuju ke Pulau Maniang sebaga pekerja di pabrik pertambangan nikel yang didirikan   oleh   Sampe   Toding   dengan   nama   PERTO   (Perusahaan Tanah Toraja).
Orang-orang yang didatangkan tersebut berjumlah puluhan orang dan hanya  merupakan  para  pekerja  laki-laki  yang  diperkirakan  berjumlah sekitar puluhan orang. Informan menyatakan “para  pekerja  yang  didatangkan  tersebut  merupakan  warga Tanah Toraja dari keluarga petani dan peternak yang sebagian besar adalah petani   penggarap   dan   termasuk   mereka   yang   merupakan   dari keluarga  ekonomi  lemah, serta  anak-anak  muda  yang  menginginkan pekerjaan  dengan  upah yang lebih  besar  dibandingkan  apa  yang mereka  peroleh  di  daerah  mereka. Dengan  tekad  dan  keuletannya sehingga mereka memutuskan    untuk memilih    bekerja    pada pertambangan  nikel  di  Pulau  Maniang  untuk meningkatkan  taraf hidupnya (wawancara dengan Ne Karre juni 2012, pekerja pertama dipulau Maniang)[4]

Daftar Pustaka
Dr. Koenjtaraningrat, manusia dan kebudayaan di Indonesia (Jambatan, cet. 4 1979)
Dra. Neng Darol Afia (ED), Tradisi dan kepercayaan lokal pada beberapasuku di indonesia  (badan litbang agama DEPAG RI, 1999)             http://journal.umsida.ac.id/files/1.DewiAnggraini.pdf, diakses tgl, 19 mei 2015


















[1] Dr. Koenjtaraningrat, manusia dan kebudayaan di Indonesia (Jambatan, cet. 4 1979) hal. 259
[2] Dra. Neng Darol Afia (ED), Tradisi dan kepercayaan lokal pada beberapasuku di indonesia  (badan litbang agama DEPAG RI, 1999) hal.117-118
[3] Dra. Neng Darol Afia (ED). Hal. 119-120

0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net