AGAMA TRADISIONAL ORANG JAWA
MATA KULIAH AGAMA-AGAMA LOKAL
Dosen Pembimbing : Siti Nadroh, M.Ag
Disusun oleh :
Wardah Humaeroh :11140321000070
Feni Rifkhoh :11140321000063
Syifaul Husna :11150321000066
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat
Allah SWT. Karena berkat rahmat hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul Agama Tradisional Orang Jawa yang mana tujuan dari penulisan
makalah ini untuk memenuhi tugas diskusi mata kuliah Agama-Agama Lokal.
Dalam penyusunan makalah ini kami
berusaha memaparkan dan menjelaskan tentang kepercayaan Tradisional Orang Jawa,
Upacara Keagamaan, Kepercayaan Kejawen, Kitab-kitab Kejawen dan Interaksi
Kepercayaan Orang Jawa . Kami menyadari, tidak ada manusia yang sempurna,
sehingga bila terdapat kesalahan, baik dalam penulisan atau dalam pembahasan
makalah ini, dimohon kritik dan sarannya. Agar dapat kami jadikan referensi di
masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk menyumbang ilmu dan Pengetahuan dalam bidang kajian Agama Tradisional
orang Jawa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengamati secara cermat asal-usul kepercayaan Jawa tidaklah sesederhana yang
kita bayangkan. Kepercayaan Jawa yang banyak bersentuhan dengan mistik itu, dalam realitasnya banyak menyimpan misteri yang sangat
kompleks. Kompleksitas kepercayaan komunitas kejawen tidak jarang menampakkan
berbagai sekte dan tradisi kehidupan dalam masyarakat Jawa. Sekte-sekte dan
tradisi kehidupan itu sebagai bentuk manifestasi dari religiusitas
masing-masing wilayah kejawen.
Lebih menarik lagi, hampir setiap wilayah kejawen memiliki pedoman khusus khas
Jawa, memiliki kosmogoni (asal-usul) kepercayaan dan mitos yang berbeda-beda
serta unik.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Jelaskan mengenai asal usul suku Jawa?
2.
Bagaimana kepercayaan tradisional orang jawa?
3.
Jelaskan pengertian dari kepercayaan kejawen?
4.
Sebutkan kitab-kitab Kejawen ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui mengenai asal usul suku Jawa
2.
Mengetahui kepercayaan tradisional orang jawa
3.
Mengetahui pengertian dari kepercayaan kejawen
4.
Mengetahui kitab-kitab Kejawen
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Suku Jawa
Menurut Arkeolog Teori tentang asal usul suku Jawa yang
pertama dikemukakan oleh para arkeolog. Para arkeolog meyakini jika nenek
moyang suku Jawa memang pribumi yang tinggal sejak satu juta tahun yang lalu di
pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang mendalam, mereka telah menemukan
beberapa fosil seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo sapiens. Kedua fosil
ini diperkirakan adalah manusia purba yang menjadi nenek moyang suku Jawa.
Setelah dilakukan perbandingan, DNA manusia purba ini ternyata memang tidak
berbeda jauh dengan Manusia suku Jawa saat ini.
Menurut Sejarawan Berbeda dengan pendapat para arkeolog,
para sejarawan justru meyakini jika asal usul suku Jawa berasal dari
orang-orang Yunan, China masa lampau yang melakukan pengembaraan ke seluruh
wilayah nusantara. Pendapat ini sangat terkait erat dengan teori asal usul
nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki cukup banyak bukti kuat. Untuk
mengetahui bukti-bukti tersebut, Anda dapat berkunjung pada artikel ini.
Asal Usul Orang Jawa Menurut Tulisan Kuno India Ada sebuah
tulisan kuno yang berasal dari India menyebut jika beberapa pulau di Nusantara
termasuk juga Nusa Kendang –sebutan pulau Jawa pada zaman itu adalah tanah yang
menyatu dengan daratan Asia dan Australia. Pulau Jawa dan beberapa pulau
lainnya kemudian terpisah oleh meningkatnya permukaan air laut dalam jangka
waktu yang lama. Adapun dalam tulisan tersebut disebutkan pula bahwa seorang
pengembara bernama Aji Saka adalah orang yang pertama kali menginjakan kaki di
daratan Jawa ini. Ia menetap di sana bersama beberapa orang pengawalnya dan
menjadikan mereka sebagai nenek moyang orang dari suku Jawa.
Menurut Babad Jawa Kuno Asal usul nenek moyang suku Jawa
juga disebutkan dalam Babad Kuno tanah Jawa. Dalam babad ini diceritakan bahwa
seorang pangeran dari kerajaan Kling bersama para pengikutnya yang tersisih
akibat perebutan kekuasaan membuka lahan baru di sebuah pulau terpencil dan
masih belum berpenghuni. Mereka hidup menetap dan berkoloni membentuk sebuah
kerajaan baru di sana dan membangun peradabannya sendiri. Kerajaan tersebut
pada masa selanjutnya dikenal dengan nama Javaceckwara. Asal Usul Orang Jawa
Menurut Surat Kuno Keraton Malang Sejarah tentang asal usul suku Jawa juga
ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang. Dalam surat itu
disebutkan bahwa asal usul orang Jawa dimulai ketika Raja Rum – Raja dari
kesultanan Turki pada 450 tahun SM mengirim rakyatnya untuk membuka lahan di
pulau kekuasaannya yang masih belum berpenghuni. Para rakyat yang dikirim
terbagi menjadi beberapa gelombang ini merasa sangat senang karena menemukan
pulau yang sangat subur. Tanaman mudah hidup dan bahan pangan mudah ditemukan.
Salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar di pulau ini adalah tanaman Jawi.
Oleh orang-orang yang datang, nama tanaman ini kemudian dijadikan nama pulau
tersebut, Pulau Jawi.
2.2 Kepercayaan Tradisional Orang Jawa
“Kepercayaan” berasal dari kata “percaya” adalah gerakan
hati dalam menerima sesuatu yang logis dan bukan logis tanpa suatu beban atau keraguan
sama sekali kepercayaan ini bersifat murni. Kata ini mempunyai kesamaan arti
dengan keyakinan dan agama akan tetapi memiliki arti yang sangat luas.
Kepercayaan-kepercayaan dari agama hindu, budha, maupun
kepercayaan dinamisme dan animisme itulah yang dalam proses perkembangan islam
berinterelasi dengan kepercayaan-kepercayaan dalam islam.
“orang jawa” adalah orang yang berpenduduk asli jawa tengah
dan jawa timur yang berbahasa jawa atau orang yang bahasa ibunya adalah bahasa
jawa.
Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan
meliputi berbagai aspek yang bersifat magic atau ghaib yang jauh dari jangkauan
kekuatan dan kekuasaan mereka. Masyarakat jawa jauh sebelum agama-agama masuk,
mereka sudah meyakini adanya tuhan yang maha esa dengan berbagai sebutan
diantaranya adalah “gusti kang murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa yang
dalam seluruh proses kehidupan orang jawa pada waktu itu selalu
berorientasi pada tuhan yang maha esa. Jadi, orang jawa telah mengenal
dan mengakui adanya tuhan jauh sebelum agama masuk ke jawa ribuan tahun yang
lalu dan sudah menjadi tradisi sampai saat ini yaitu agama kejawen yang
merupakan tatanan “pugaraning urip” atau tatanan hidup berdasarkan pada budi
pekerti yang luhur.
Keyakinan terhadap tuhan yang maha esa pada tradisi jawa
diwujudkan berdasarkan pada sesuatu yang nyata, riil atau kesunyatan yang
kemudian direalisasikan pada tata cara hidup dan aturan positif dalam kehidupan
masyarakat jawa, agar hidup selalu berlangsung dengan baik dan bertanggung jawab.
a) Struktur
kepercayaan dan pandangan hidup orang Jawa
Orang Jawa
percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena
sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat
yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat memebrikan
penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan
penghubung dengan dunia atas.
Pandangan orang
Jawa yang demikian biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang
beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan
kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah manusia menyerahkan diri
secara total selaku kawula (hamba)terhadap Gustinya(SangPencipta).
Sebagian besar
orang Jawa termasuk dalam golongan bukan muslim santri yaitu yang mencampurkan
beberapa konsep dan cara berpikir Islam dengan pandangan asli mengenai alam
kodrati dan alam adikodrati.
Pandangan hidup
merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah
pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu
sikap terhadap hidup.
Ciri pandangan
hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan
numinus antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat.
Orang Jawa bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan
saja.
Dasar
kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada
didunia ini pada hakekatnya adalah satu atau merupakan kesatuan hidup.
Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam
raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh
dengan pengalaman-pengalaman yang religius.
Alam pikiran
orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu
makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap
dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung kekuatan supranatural
da penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam
pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata.
Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau
keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam
makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki hirarki yang
ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan
dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam
semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang
mempersatukan dan memberi keseimbangan.
Sikap dan
pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin pada kehidupan
manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan
manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi
kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan
batin dan jiwanya.
Bagi orang
Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat makrokosmos
sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat
keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia
seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan karaton sebagai
kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja
karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah
dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.
b) Aneka laku orang Jawa
Sebagai sebuah
sistem pemikiran, jawanisme atau kejawen itu cukup rumit dan luas meliputi:
a. Kosmologi
Kosmologi
berasal dari bahasa yunani yaitu kosmos yang berarti susunan atau ketersusunan
yang baik. Kosmos merupakan dunia ( universe ). Orang Jawa memandang alam
terdiri dari empat unsur, yaitu:
1. Api merupakan emosi. Contohnya di gunung berapi
2. Air merupakan roh. Contohnya di pantai parang tritis
3. Tanah merupakan dari mana kita (manusia) diciptakan.
4. Angin merupakan perasaan.
Kebudayaan Jawa
mengajarkan hubungan yang harmoni antara makrokosmos (alam raya), mikrokosmos
(alam manusia), dan metakosmos (kekuatan ghaib). Contohnya keraton jogja.
Hubungan
antara mikrokosmos (jagat cilik) dengan makrokosmos (jagat gede) sangat erat.
Masyarakat dahulu selalu menjaga ketertiban alam semesta (jagat gede) dengan
melalui penjagaan terhadap jagat cilik (akhlak dan spiritual) manusia.
b.
Mitologi
Mitologi adalah
ilmu tentang mitos. Mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang
mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan
perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan atas kodrati,
manusia, pahlawan, dan masyarakat.
Ciri-ciri Mitos:
a) Memiliki sifat suci atau sakral, karenanya terkait dengan
tokoh yang sering dipuja.
b) Dijumpai dalam dunia mitos bukan dalam dunia kehidupan
sehari-hari atau pada masa lampau yang nyata.
c) Menunjukan pada kejadian kejadian larangan tertentu.
d) Kebenaran mitos tidak penting.
Macam-macam mitos :
a) Mitos berupa gugoh tuton yaitu mitos yang berupa
larangan-larangan tertentu.
b) Mitos berupa bayangan asosiatif yaitu mitos
yang biasanya muncul dalam dunia mimpi.
c) Mitos yang berupa dongeng, legenda, dan cerita-cerita yaitu
mitos yang diyakini karena memiliki legitimasi yang kuat dalam alam pikiran
masyarakay Jawa.
d) Mitos yang berupa sirikan
yaitu mitos yang Bernafas asosiatif, tetapi tekanan utama pada aspek ora ilok.
Contoh mitos populer masyarakat
jawa:
1. Mitos Semar
Tokoh satu ini
selalu ditinggikan dalam segala hal yang menyangkut tata hidup kehidupan jawa.
2. Mitos Dewi Sri
Dewi Sri oleh
orang jawa diyakini sebagai dewa padi. Dia adalah pembawa berkah dalam bidang
pertanian.
3. Mitos Nyai Ratu Roro Kidul
Patokan
keraton Yogyakarta bahwa ratu kidul adalah sosok kekuaan magis yang patut
dipuja.
4. Mitos Aji Saka
Orang jawa
menganggap Aji Saka yang madhangake kawruh, artinya yang menaburkan kepandian
kepada orang jawa.
c.
Mistisisme
Kata mistisme
berasal dari bahasa yunani yaitu mystikos yang artinya rahasia, tersembunyi,
gelap atau terselubung dalam kekelaman. Sedangkan secara istilah mistisme
merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya
berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau
terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami
oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.
Salah satu
contoh upacara adat Jawa yang mengandung hal mistis adalah ruwatan.
Koentjaraningrat memasukkan upacara ngruwat sebagai ilmu ghaib protektif,yaitu
upacara yang dilakukan dengan maksud untuk menghalau penyakit dan wabah,
membasmi hama tanaman dan sebagainya, yang sering kali menggunakan
mantra-mantra untuk menjauhkan penyakit dan bencana.
2.3 Kepercayaan Kejawen
(Kepercayaan orang abangan di Jawa)
Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh
dikatakan agama yang terutama yang dianut di pulau jawa dan suku bangsa lainnya
yang menetap di jawa.
Agama kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok
kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama yang
terorganisir seperti agama islam atau agama kristen.
Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara
animisme, agama hindu dan budha. Namun pengaruh agama islam dan agama kristen.
Nampak bahwa agama ini adalah sebuah kepercayaan sinkretisme (suatu proses terjadinya pertemuan dua buah kebudayaan dan tidak
menghilangkan jati diri masing-masing). Atau juga yang disebut dengan Abangan. Abangan adalah orang muslim
yang ibadahnya belum seberapa, sementara cara hidupnya masih dipengaruhi oleh
tradisi jawa pra Islam.
Bagi kalangan abangan yang terdiri dari petani dan proletar,
slametan adalah bagian dari kehidupannya. Dalam tradisi slametan dikenal adanya
siklus slametan: 1) yang berkisar krisis kehidupan; 2) yang berhubungan dengan
pola hari besar Islam namun mengikuti penanggalan Jawa; 3) yang terkait dengan
integrasi desa, bersih desa (nyadranan); 4) slametan sela untuk kejadian luar
biasa yang ingin dislameti. Semuanya menunjukkan betapa slametan menempati
setiap proses kehidupan dunia abangan. Slametan berimplikasi pada tingkah laku
sosial dan memunculkan keseimbangan emosional individu karena telah dislameti.
Kepercayaan kepada roh dan makhlus halus bagi abangan
menempati kepercayaan yang mendasari misalnya perlunya mereka melakukan
slametan. Mereka percaya adanya memedi, lelembut, tuyul, demit, danyang, dan
bangsa alus lainnya. Hal yang berpengaruh atas kondisi psikologis, harapan, dan
kesialan yang tak masuk akal. Semuanya melukiskan kemenangan kebudayaan atas
alam, dan keunggulan manusia atas bukan manusia.
Kalau kepercayaan mengenai roh dan berbagai slametan
merupakan dua sub katagori daripada agama abangan, maka yang ketiga adalah
kompleks pengobatan, sihir dan magi yang berpusat pada peranan seorang dukun.
a.
Kejawen Islam
Ilmu
Gaib Aliran Islam Kejawen bersumber dari alkulturasi (penggabungan) budaya jawa
dan nilai-nilai agama islam. Ciri khas aliran ini adalah doa-doa yang diawali
basmalah dan dilanjutkan kalimat bahasa jawa, kemudian diakhiri dengan dua
kalimat sahadad. Aliran Islam Jawa tumbuh syubur di desa-desa yang kental
dengan kegiatan keagamaan (pesantren yang masih tradisional).
Awal
mula aliran ini adalah budaya masyarakat jawa sebelum islam datang yang memang
menyukai kegiatan mistik dan melakukan ritual untuk mendapatkan kemampuan
suparantural. Para pengembang ajaran islam di Pulau Jawa (Wali Songo) tidak
menolak tradisi jawa tersebut, melainkan memanfaatkannya sebagi senjata dakwah.
b.
Struktur ajaran dan aliran Kejawen
Setiap
perilaku manusia akan menimbulkan bekas pada jiwa maupun badan seseorang.
Perilaku-perilaku tertentu yang khas akan menimbulkan bekas yang sangat dasyat
sehingga seseorang bisa melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan manusia
biasa. Perilaku tertentu ini disebut dengan tirakat, ritual, atau olah rohani.
Tirakat bisa diartikan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
suatu ilmu.
·
Penabungan
Energi.
Karena
setiap perilaku akan menimbulkan bekas pada seseorang maka ada suatu konsep
yang khas dari ilmu Gaib Aliran Islam Jawa yaitu Penabungan Energi. Jika badan
fisik anda memerlukan pengisian 3 kali sehari melalui makan agar anda tetap
bisa beraktivitas dengan baik, begitu juga untuk memperoleh kekuatan
supranatural, Anda perlu mengisi energi. Hanya saja dalam Ilmu Gaib pengisian
energi cukup dilakukan satu kali untuk seumur hidup. Penabungan energi ini
dapat dilakukan dengan cara bermacam-macam tergantung jenis ilmu yang ingin
dikuasai. Cara-cara penabunganenergi lazim disebut Tirakat.
·
Tirakat
Aliran
Islam Kejawen mengenal tirakat (syarat mendapatkan ilmu) yang kadang dianggap
kontroversial oleh kalangan tertentu. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan doa.
wirid tertentu, mantra, pantangan, puasa atau penggabungan dari kelima unsur
tersebut. Ada puasa yang disebut patigeni (tidak makan, minum, tidur dan tidak
boleh kena cahaya), nglowong, ngebleng dan lain-lain. Biasanya beratnya tirakat
sesuai dengan tingkat kesaktian suatu ilmu. Seseorang harus banyak melakukan
kebajikan dan menjaga bersihnya hati ketika sedang melakukan tirakat.
·
Khodam
Setiap
Ilmu Gaib memiliki khodam. Khodam adalah mahluk ghaib yang menjadi
"roh" suatu ilmu. Khodam itu akan selalu mengikuti pemilik ilmu.
Khodam disebut juga Qorin, ialah mahluk ghaib yang tidak berjenis kelamin
artinya bukan pria dan bukan wanita, tapi juga bukan banci. Dia memang
diciptakan semacam itu oleh Allah dan dia juga tidak berhasrat kepada manusia.
Hal ini berbeda dengan Jin yang selain berhasrat kepada kaum jin sendiri kadang
juga ada yang "suka" pada manusia.
2.4 Kitab-kitab
Kejawen (Kitab Serat Wulangreh, Kitab Serat Weddatama, Kitab Hidayat Jati,
Kitab Darmogandul, Kitab Gatoloco)
a.
Serat Wulang Reh
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di Surakarta Kata Wulang
bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata Reh
berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan laku cara
mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk
mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju
hidup harmoni atau sempurna.
b.
Serat Wedhatama
Serat Wedhatama adalah sebuah
karya sastra
Jawa Baru yang bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis
yang sedikit dipengaruhi Islam. Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh
KGPAA Mangkunegara IV. Walaupun
demikian didapat indikasi bahwa penulisnya bukanlah satu orang.
Serat ini
dianggap sebagai salah satu puncak estetika sastra Jawa abad ke-19 dan memiliki
karakter mistik yang kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa
dipakai pada masa itu.
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat, yang dibagi dalam
lima lagu, yaitu
·
Sinom (18 pupuh, XV - XXXII)
·
Pocung (15 pupuh, XXXIII - XLVII)
·
Gambuh (35 pupuh, XLVIII - LXXXII)
c.
Serat Wirid Hidayat Jati
Gambaran umum dan garis besar isi serat Wirid Hidayat Jati ini
sebagaimana Damogandhul dan Gatholoco dipergunakan oleh Prof. Dr. H. M.
RRasasyidi untuk menggambarkan apa yang dinamakan Aliran Kebatinan. Jadi
dijadikan sampel yang mewakili aliran Kebatinan. Sedang Dr. Harun. Hadiwijono
menganggapnya sebagai wakil kebatinan Jawa Abad 19. Dan maksud dari kebatinan
jawa disini ialah mistikisme. Dr. Harun Hadiwijono menamakannya sebagai
Kebatinan Jawa Abad Sembilan Belas.
Serat Wirid Hidayat Jati merupakan salah satu dari sekian banyak
hasil karya pujangga masyhur kraton Surakarta Raden Ngabehi Rongggowarsito.
Tulisan ini disempurnakan atau diselesaikan penulisnya pada tahun Jawa 1791
atau tahun 1862 yang ditulis dalam bahasa Jawa karma gancaran (prosa) yang halus
dan indah dengan tulisan huruf Jawa. Kemudian dibangun kembali diantaranya oleh
R. Tanoyo yang menyadari dengan dilatinkan, maka mudah membacanya walaupun
belum pasti mudah pula mengambil pengertiannya. Ada juga orang lain yang
mengubah ke dalam huruf latin, yaitu Honggopradoto.
d.
Kitab Darmogandul
Banyak versi yang menjelaskan tentang kitab Darmogandul, terutama
tentang jati diri orang yang menulis kitab tersebut dan kapan kitab tersebut
ditulis. Ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa kitab tersebut ditulis
oleh Ki Kalamwadi yang mempunyai guru bernama Raden Budi Sukardi. Ki Kalamwadi
ini mempunyai murid yang bernama Darmo Gandhul. Nama dari muridnya inilah yang
kemudian menjadi nama kitabnya. Dalam versi itu juga disebutkan bahwa kitab ini
ditulis pada tahun 1478 M, yakni ketika kerajaan Majapahit masih berdiri.
e.
Kitab Gatoloco
Adapun
“kitab suci” aliran kebatinan yang mirip dengan Darmogandul adalah Gatoloco.
Kitab ini diperkirakan sudah ada pada abad ke 19 M. Gatoloco sendiri adalah
nama tokoh utama dari kitab tersebut. Dia digambarkan memiliki wajah dan
penampilan yang buruk. Orangnya kerdil, tidak memiliki mata, hidung, dan
telinga.
Gambaran
Suluk gatholoco ini pengarangnya sulit ditentukan, karena keterangan yang
terdapat di dalam versi-versinya memberikan informasi yang berbeda-beda. Versi
terbitan Tan koen Swie Kediri, memyebutkan Kaimpun dening Raden Soewandi, yang
lain mengatakan bahwa suluk ini disusun oleh seorang yang bernama Soeryanegara.
Yang lain lagi mengatakan pengarangnya Raden Ngabehi Ranggawarsitama. Ada
sarjana yang hanya berani mengatakan bahwa pengarangnya adalah seorang
bangsawan tinggi Kediri. Namun yang jelas Suluk Gatholoco banyak dikenal
masyarakat. Prof. Dr.H.M. Rasyidi menjadikannya menjadi sampel dari apa yang
dinamakan aliran kebatinan, walaupun tidak tepat benar, karena kemistikannya
tidak sejelas Serat Dewa Ruci. Karena banyak dikenal masyarakat Jawa, maka
tidak mustahil isi, ajaran serta kepercayaan yang terdapat di dalamnya memang
merupakan kepercayaan atau pandangan hidup sebagian masyarakat Jawa.
BAB
I11
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum
agama-agama masuk beribu tahun lalu orang jawa mempercayai adanya Tuhan yang
diwujudkan melalui hal-hal yang nyata yang disebut Agama Kejawen. Yaitu
perpaduan antara animisme, agama hindu dan budha.
Secara garis besar orang jawa mempercayai
tujuan yang sama yaitu memcapai kebahagiaan lahir dan bathin, menghormati orang
lain dan selalu hidup berdampingan demi tercapainya tatanan masyarakat yang harmonis
DAFTAR PUSTAKA
Astianto, Meni. Filsafat Jawa.
(Yogyakarta : Waita Pustaka, 2006)
Damami, Muhammad. Makna Agama
dalam Masyarakat Jawa. (Yogyakarta : IESFI. Cet 1. 2002)
Geertz, Clifford. Abangan, Santri,
Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. (Jakarta : Pustaka Jaya, 1983
Hasan, Thoihah. Aswaja Dalam
Presepsi Dan Tradisi NU. (Jakarta: Lantabora Press. 2003)
Jamil, Abdul dkk. Islam Dan
Kebudayaan Jawa. (Yogyakarta : Gama Media, 2002)
Mukhtarom, Zain. Islam Di Jawa
Dalam Perspektif Santri dan Abangan. (Jakarta : Salemba Diniyah, 2002)
Simuh. Mistik Islam Kejawen
Raden Ngabehi Ranggawarsita. (Jakarta: UI Press. Cet.1,1988)
Muchtarom, Zaini, Islam Di Jawa Dalam
Perspektif Santri Dan Abangan, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.